SuaraMalang.id - Fakta-fakta baru kasus kekerasan seksual atau pelecehan seksual Julianto Eka Putra di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) terus bergulir.
Terkini, dua mantan siswi serta kepala asrama sekolah berlokasi di Kota Batu, Jawa Timur tersebut mengungkapkan bahwa apa yang selama ini dikatakan korban adalah tidak benar.
Hal tersebut diungkapkan melalui podcast Denny Sumargo yang tayang di Youtube, Senin (11/7/2022) malam.
Dalam podcast tersebut menghadirkan dua alumni siswi SMA SPI bernama Dilla dan Saida, serta seorang kepala asrama bernama Risna.
Baca Juga:Fakta Terbaru Kasus Pelecehan Julianto Eka yang Berujung Dipenjara
Ketiganya dengan kompak dan tegas mengatakan jika di sekolah tersebut tidak pernah ada kasus pelecehan seksual.
"Jangankan kejadian, desas desus dari para alumni aja tidak ada," ujar Risna.
Ia mengatakan, kasus tersebut menjadi ramai perbincangan di sekolah setelah mencuat pada Mei 2021 lalu.
Selanjutnya, pihak sekolah kemudian diperiksa olen inspektorat.
"Diperiksa oleh inspektorat selama 10 hari mulai September-Desember 2021," lanjutnya.
Pada saat itu Inspektorat juga melakukan pemanggilan ke siswa. Bahkan, security dari yang terbaru hingga terlama juga turut dipanggil untuk dimintai keterangan.
Sementara Dilla dan Saida sendiri juga mengaku tidak tahu menahu peristiwa tersebut sebelum akhirnya viral di media.
Dilla mengatakan, dia memang mengenal JE, namun tidak sering bertemu. Mereka bertemu hanya pada saat meeting besar saja, itupun bersama siswa serta guru di dalam satu ruangan.
Ketika ditanya mengenai adanya ruangan khusus yang digunakan JE seperti yang dikatakan korban, Dilla menjawab dengan tegas jika ruangan tersebut tidak ada.
Ia mengaku, JE biasa datang bersama tim dengan jumlah cukup banyak. Mereka kemudian tidur di dalam satu ruangan.
Oleh karena itu, ia sempat heran dengan cerita yang dikatakan korban.
"Ketika saya sendiri melihat dia cerita dimana-mana, itu tuh kayak kok bisa sih kamu ngomong kayak gitu padahal kan kenyataannya kayak gini," ujarnya.
Sementara Saida, rekan satu geng salah satu korban juga mengatakan jika korban tidak pernah menunjukkan gelagat yang tidak biasa. Korban juga tidak pernah bercerita kepadanya soal adanya kasus pelecehan tersebut.
Korban hanya bercerita tentang permasalahan keluarga.
"yang sering diceritakan itu adalah keluarganya yang butuh uang, perlu apa, seperti itu," kata dia.
"Ketika dia bilang di media sosial bahwa semua anak asrama tahu (kasus pelecehan), kita yang berada di dalam tidak tahu," imbuhnya.
Korban juga sempat mengatakan bahwa JE sering memanggil siswinya satu per satu untuk menuju ke ruangannya. Hal itu pun dibantah tegas oleh Risna.
"tidak ada pemanggilan siswi satu per satu me ruangan JE," ujar Risna.
Risna juga merasa heran dengan salah satu korban. Pasalnya, jika memang korban dilecehkan, kenapa dia tetap mereferensikan sanak saudaranya untuk masuk ke sekolah tersebut.
"Sekarang misal dia merasa dia sendiri tidak aman merasa terancam perkara kekerasan seksial dan sebagainya ya tidak seharusnya kan dia mereferensikan adik-adiknya. Apalagi yang direferensikan wanita semua," paparnya.
Sebagai informasi, di SMA SPI terdapat tradisi, siswi yang sudah bersekolah di sana bisa mereferensikan keluarga atau sanak saudaranya untuk masuk ke sekolah tersebut. Nama yang direferensikan tersebut kemungkinan besar akan diterima di sana.
"Jadi kami ada daftar misalkan, dilla mereferensikan adek kelasnya siapa saja yang bisa diterima. Adiknya itu bisa bersekolah karena referensi Dilla," katanya.
Sementara korban sendiri diketahui mereferensikan tetangga hingga saudara dekat mulai dari angkatan selanjutnya hingga memutuskan resign.
Ketiga saksi tersebut mengungkapkan, alasan mereka mengatakan hal tersebut semata karena harapan yang ada di dalam sekolah tersebut.
"Tempat itu sudah menyelamatkan masa depan saya, tempat itu gak boleh tutup, karena banyak anak yang membutuhkan tempat itu untuk masa depannya," ujar Dilla.
Kontributor : Fisca Tanjung