SuaraMalang.id - Wali Kota Malang Sutiaji tanggapi santai aksi pelemparan pesawat kertas dan nyala flare di rumah dinas Jalan Ijen Nomor 1, Senin (5/4/2021) lalu. Ditegaskan pula tidak ada rencana mempolisikan gerakan diduga dilakukan oleh sekelompok oknum suporter bola tersebut.
"Sudah cukup clear kami juga sudah tahu maksudnya (aksi pelemparan pesawat kertas)," katanya, Selasa (6/4/2021).
Ia menilai, bahwa kelompok oknum suporter bola menginginkan masalah dituntaskan dalam waktu cepat. Padahal, menurutnya, tidak segampang itu.
"Biasa itu kan bahasa-bahasa Arema. Jadi bahasa Arema yang sudah ditemui, maunya kan instan kayak hari ini bisa disampaikan terus lima hari harus menyelesaikan masalah. Bagi saya gak masalah," imbuhnya.
Baca Juga:Larangan Mudik, Wali Kota Malang Fokus Pemantauan RT/RW
Seperti diberitakan, heboh di media sosial pelemparan pesawat kertas disertai aksi menyalakan flare di depan rumah dinas wali Kota Malang, Senin (5/4/2021). Belakangan diketahui, pesawat kertas tersebut berisikan pesan tertulis tentang penuntasan konflik dualisme Arema serta penyelamatan yayasan Arema.
Wali Kota Sutiaji juga mengklarifikasi tidak ada pelemparan flare ke rumah dinas.
"Bagi saya gak masalah. Tapi kan kesannya rumah kita dilempar. Padahal tidak. Flare itu hanya di luar pagar gitu aja," sambungnya.
Ia melanjutkan, Pemerintah Kota Malang bukan diam saja terkait tuntutan kelompok suporter yang menginginkan Arema satu dan menyelamatkan Yayasan Arema. Pihaknya telah mengonfirmasi Kemenkumhan terkait status Yayasan Arema dan diketahui telah dibekukan.
Kemudian juga telah mengonfirmasi pihak PSSI melalui Plt. Sekjen PSSI. Hasilnya, PSSI tidak bisa menyatukan Arema, sebab dua Arema saat ini, Arema FC dan Arema Indonesia diakui legalitasnya.
Baca Juga:Wali Kota Malang Dibuat 'Murka' Oknum ASN Sebut Peraturannya Abal-abal
"Kami beberapa bulan, satu bulan yang lalu kami sudah vidcon dengan Plt. Sekjen PSSI. Daerah lain kok bisa menyelesaikan di sini kok gak bisa? Tapi konteksnya menurut beliau, ini kan dua pak (Arema) dan dua-duanya diakui oleh PSSI dan itu bukan ranah kami itu masalah internal," urainya.
Merespon peliknya masalah tersebut, Sutiaji berharap semua pihak bersabar. Lantaran niat menyatukan Arema butuh waktu dan melibatkan banyak pihak.
"Tapi saya mohon berdiam diri dulu. Kita ndak bisa mem-presure (menekan) dalam jangka waktu beberapa hari. Ini kan melibatkan beberapa orang," tuturnya.
Bahkan, lanjut Sutiaji, pihaknya juga telah mencoba menghubungi Muhammad Nur sebagai sosok terakhir yang menjabat Ketua Yayasan Arema. Tujuannya untuk menemukan benang merah kenapa terjadi dualisme Arema dari pihak yayasan.
"Saya sudah menghubungi pak Muhammad Nur saya telpon gak diangkat. Ke keluarganya dibilang jangan diusik ketenangannya bapak. Karena kemarin kan ada pembekuan itu kaitannya dengan yayasan," tutupnya.
Sebagai informasi, dualisme Arema ini terjadi sejak 2011 lalu. Ketua Yayasan M. Nur dan Lucky Acub Zaenal sebagai pendiri Arema waktu itu pecah kongsi dengan Presiden Arema Indonesia, Rendra Kresna.
Kubu M. Nur sudah membuat susunan baru kepengurusan Yayasan Arema. Namun ditolak keras oleh Rendra Kresna, dan langsung memecat M. Nur dan jajarannya di Yayasan.
Dualisme ini pun sampai membuat Arema Indonesia Komite Normalisasi (KN) PSSI menolak hak suara Arema Indonesia di Kongres PSSI di Solo 9 Juli 2011 lalu.
Dualisme ini pun semakin kental saat adanya dualisme liga di Indonesia, yakni Indonesia Super League (ISL) dan Indonesia Premier League (IPL)
ISL waktu itu disebut sebagai laga tandingan PSSI yang legal. Arema kubu Rendra pun memilih untuk berlaga di sana karena PSSI yang diakui oleh AFC dan FIFA tidak mengakui keabsahan Arema kubu Rendra.
Sementara itu, Arema kubu M. Nur pun berlaga di IPL yang mana liga tersebut diakui keberadaannya oleh AFC dan PSSI.
Sejak saat dua liga itu lah dualisme ini terjadi dan dua Arema baik Arema Indonesia dan Arema FC tidak selesai hingga kini.
Kontributor : Bob Bimantara Leander