Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Minggu, 16 Februari 2025 | 19:26 WIB
Ilustrasi korupsi (Freepik)

SuaraMalang.id - Kasus hukum yang melibatkan dua kontraktor di Kota Malang semakin menjadi sorotan. Eko W, seorang kontraktor senior, melaporkan rekan seprofesinya, HSN, ke Satreskrim Polresta Malang Kota atas dugaan penipuan proyek senilai Rp 507 juta. Namun, kasus ini justru menguak dugaan jual beli proyek yang lebih besar.

Tak hanya aktivis LSM Pro Desa, Ahmad Kusairi, yang mengkritisi kasus ini, namun Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Malang, Abdul Qodir, juga angkat bicara.

Ia meminta agar kasus ini diusut tuntas, termasuk menelusuri dugaan jual beli proyek antara kontraktor, bukan dari dinas ke kontraktor.

"Kasus ini bukan sekadar penipuan biasa. Yang menarik adalah bagaimana proyek itu bisa didapatkan dan kenapa tidak dikerjakan langsung oleh pemilik CV, melainkan justru dijual ke kontraktor lain," ujar Abdul Qodir, Minggu (16/2/2025).

Menurut informasi yang berkembang, Eko W mendapatkan proyek dari HSN dengan imbalan uang Rp 100 juta sebelum pengerjaan dimulai.

Proyek yang dimaksud adalah pembangunan dinding penahan plengsengan senilai Rp 779 juta tahun 2023 yang berasal dari Dinas PU Bina Marga Pemkab Malang.

Namun, HSN sendiri diduga tidak memiliki akses langsung ke dinas tersebut, sehingga muncul pertanyaan besar: bagaimana ia bisa mendapatkan empat proyek sekaligus?

Empat proyek tersebut tercatat atas nama empat CV berbeda, yaitu:

  • CV Abricons
  • CV Larostama
  • CV Mahesa
  • CV Nikkindo

"Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa proyek itu tidak dikerjakan sendiri oleh empat CV penerima, tetapi malah dijual ke kontraktor lain? Ini yang harus dibongkar," tegas Abdul Qodir.

Ia menambahkan, jika terbukti ada praktik jual beli proyek, maka keempat CV tersebut harus di-blacklist sebagai efek jera.

Load More