- Berkas kasus pengasuh ponpes di Malang aniaya santri cilik pakai rotan dinyatakan lengkap (P21).
- Pelaku berinisial AB memukul betis korban hingga lecet dengan dalih menegakkan aturan ponpes.
- Kasus ini dapat atensi Kementerian PPPA, korban kini telah kembali ke orang tuanya didampingi dinas.
SuaraMalang.id - Babak baru kasus penganiayaan sadis yang menimpa seorang santri anak di salah satu pondok pesantren (ponpes) Kabupaten Malang, Jawa Timur, akhirnya dimulai.
Kepolisian Resor Malang memastikan berkas perkara yang menjerat pengasuh ponpes berinisial AB telah lengkap atau P21.
Pelaku kini harus bersiap mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau setelah penyidik melimpahkannya ke tangan jaksa.
"Berkas perkaranya sudah P21, tersangka ini merupakan pengasuh," kata Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang, Aiptu Erlehana dikutip dari ANTARA di Malang, Jumat (24/10/2025).
Baca Juga:Wali Kota Malang Tolak Jalan-jalan ke Luar Negeri Pakai APBD, Ini Alasannya!
Dengan lengkapnya berkas tersebut, proses hukum pun berjalan. Pihak kepolisian tidak menahan AB lebih lama dan langsung menyerahkannya beserta barang bukti ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang untuk proses penuntutan lebih lanjut.
"Untuk tersangkanya juga sudah kami limpahkan ke kejaksaan," tegas Erlehana.
Kisah kelam ini terungkap setelah dugaan penganiayaan yang terjadi pada Juli 2025 lalu dilaporkan. Aiptu Erlehana membeberkan kronologi kekerasan yang dilakukan AB.
Dengan dalih menegakkan disiplin, pelaku tega memukuli korban yang masih anak-anak menggunakan sebatang rotan. Pukulan itu mendarat di kedua betis korban hingga menyebabkan luka lecet yang menyakitkan.
Ironisnya, hukuman fisik yang kejam itu dipicu oleh pelanggaran yang dianggap sepele. Kepada penyidik, AB mengaku geram karena korban kedapatan keluar dari lingkungan pondok pesantren tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Baca Juga:Viral Dosen UIN Malang Maliki Diusir Warga, Ini 5 Fakta Versi Sang Dosen!
Menurut pengakuan AB, korban juga disebut telah beberapa kali melakukan pelanggaran aturan. Hukuman rotan itu, klaimnya, adalah bagian dari aturan yang sudah ditetapkan di dalam ponpes.
"Menurut tersangka itu sudah ketentuan, aturan dibuat di dalam pondok terkait sanksi pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Rotannya itu yang kami amankan sebagai barang bukti," ujar Erlehana menirukan dalih pelaku.
Meskipun berkas AB sudah lengkap, polisi masih membuka kemungkinan adanya tersangka lain. Namun, untuk menetapkan pihak lain yang terlibat, diperlukan penyelidikan dan pendalaman lanjutan.
Sementara itu, kondisi korban menjadi prioritas utama. Erlehana memastikan santri yang menjadi korban penganiayaan tersebut telah mendapatkan penanganan serius dari pemerintah.
Dinas Sosial serta Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang turun tangan memberikan pendampingan psikologis dan pemulihan.
"Saat ini korban sudah dikembalikan kepada orang tuanya," tuturnya.