SuaraMalang.id - Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan seorang guru SMP Dampit, Rupi’an (55), dan muridnya, DE (14), berakhir damai.
Mediasi antara kedua pihak berlangsung lancar pada Senin (9/12) di ruang Restorative Justice Satreskrim Polres Malang, dengan dihadiri oleh pihak keluarga, Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Kementerian Agama, dan perangkat desa setempat.
Orang tua DE, JM (32), resmi mencabut laporan terhadap Rupi’an sejak Jumat (6/12). Dalam pertemuan tersebut, Rupi’an dan keluarga DE sepakat untuk menyelesaikan kasus ini tanpa tuntutan ganti rugi, termasuk permintaan sebelumnya sebesar Rp 70 juta.
Aiptu Erlehana Maha, Panit UPPA Satreskrim Polres Malang, menyampaikan bahwa mediasi berlangsung lancar dan kedua pihak saling berpelukan sebagai tanda perdamaian.
Baca Juga:Dramatis! Jalan di Gunung Geger 'Menggantung' Pasca Longsor, Warga Cemas
“Pelapor dan terlapor menyampaikan bahwa mereka sudah berdamai tanpa tuntutan apa pun. Kami juga membahas pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang di dunia pendidikan,” ujar Erlehana.
JM menyebut keputusan untuk mencabut laporan didasarkan pada keinginan menjaga nama baik dunia pendidikan dan demi pendidikan anaknya.
“Saya ingin pendidikan di Malang tetap baik, dan ini bisa menjadi pelajaran untuk semua pihak agar menjaga komunikasi antara guru dan murid,” ungkap JM.
Setelah kejadian ini, DE sempat mengalami trauma hingga tidak bersekolah selama satu bulan. Namun, pendampingan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membantu pemulihan kondisi mentalnya. Kini, DE sudah kembali bersekolah dan mengikuti ujian kelas 3 SMP.
“Anak saya sempat takut saat bertemu gurunya di sekolah. Tapi sekarang alhamdulillah sudah membaik,” ujar JM.
Baca Juga:Relawan GUS Lanjut Lapor ke DKPP dan Bawaslu RI, Ada Apa dengan Pilkada Malang?
Rupi’an menyampaikan rasa syukur atas penyelesaian kasus ini. Ia berharap kejadian tersebut menjadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama dalam menjaga hubungan baik antara guru, murid, dan wali murid.
“Semoga kejadian ini tidak terulang lagi. Pendidikan akhlak dari wali murid sangat penting untuk mendukung tugas guru di sekolah,” kata Rupi’an.
Kasus ini bermula pada Agustus 2024 ketika Rupi’an bertanya kepada murid-muridnya di kelas apakah mereka sudah melaksanakan salat Subuh. DE, yang mengaku tidak salat, maju ke depan kelas.
Saat itu, DE mengumpat dan terdengar oleh Rupi’an, yang kemudian menamparnya secara refleks. Orang tua DE melaporkan kejadian ini pada September 2024, dan kasus tersebut akhirnya diselesaikan melalui mediasi.
Kontributor : Elizabeth Yati