SuaraMalang.id - Sebuah video yang menampilkan seorang calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Jember dari Partai NasDem, Jumadi, berdurasi 1 menit 58 detik beredar luas di grup WhatsApp warga Jember.
Dalam video tersebut, Jumadi terlihat marah-marah di Kantor Kecamatan Ajung, menuding terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2024 yang menyebabkan hilangnya sekitar 15 suara miliknya di TPS 35 wilayah setempat.
Jumadi, yang berasal dari Desa Pancakarya, Kecamatan Ajung, Jember, mengklaim bahwa suaranya hilang karena diduga dijual atau diberikan kepada caleg dari partai lain saat proses penghitungan suara.
"Ini nyata-nyata dicuri, karena anggota KPPS ini tim sukses dari PAN dan juga dari Partai Merah (PDIP). Bahkan dua anggota KPPS ini tidak layak sebagai anggota KPPS," ujar Jumadi dalam video tersebut.
Baca Juga:Prabowo-Gibran Memimpin Perolehan Suara Pilpres 2024 di Jember
Menurut Jumadi, seluruh anggota KPPS hanya lulusan SMP dan dia menyerukan agar mereka "berpikir pakai otak".
Jumadi juga meluapkan amarahnya kepada Camat Ajung, Beni Armando Ginting, dan Kapolsek Ajung, Iptu Agus Idham Khalid, yang mendampingi saat itu, dengan mengklaim bahwa seluruh proses pemilu di Kecamatan Ajung telah diatur.
Dalam kemarahannya, Jumadi mengancam akan membuat laporan resmi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jember. Camat Ajung, Beni Armando Ginting, mengaku telah menerima laporan dari Jumadi.
Namun, ia menegaskan bahwa teknis penyelesaian masalah Pemilu 2024 adalah ranah dari Penyelenggara Pemilu.
"Kami Muspika hanya memfasilitasi saja," kata Ginting.
Baca Juga:Samson Saksi Parpol Meninggal Dunia, Perlindungan Asuransi Dipertanyakan
Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Ajung, Nikita, menanggapi tudingan Jumadi dengan menyatakan bahwa pihaknya telah bekerja sesuai dengan regulasi.
Nikita menyebutkan bahwa kesalahan pencatatan suara bisa terjadi karena faktor kelelahan anggota KPPS.
"Angkanya nol di C hasil salinan, sedangkan di C Plano Hasil angkanya 15 suara," jelas Nikita.
Nikita juga menyampaikan kekecewaannya atas sikap Jumadi, yang dinilai telah melakukan bentuk penganiayaan saat mendorongnya ketika menerima telepon dari Ketua KPU Jember. Menurut peraturan KPU, kotak suara tidak boleh dibuka kecuali sudah ada pleno di tingkat kecamatan. Namun, Jumadi tetap bersikeras meminta kotak suara dibuka.
Insiden ini menambah daftar panjang ketegangan dan kontroversi yang mewarnai Pemilu 2024, menyoroti perlunya transparansi dan akurasi dalam proses penghitungan suara untuk menjaga integritas pemilu di Indonesia.
Kontributor : Elizabeth Yati