SuaraMalang.id - Pengadilan Negeri (PN) Jember memvonis enam tahun penjara dosen Universitas Jember (Unej), Rahmat Hidayat dalam kasus pencabulan.
Apalagi korbannya tergolong masih di bawah umur. Kasus ini sendiri membetot perhatian publik, terutama warga Jember beberapa waktu lalu.
Terkait vonis tersebut, Rektor Universitas Jember Iwan Taruna percaya keputusan majelis hakim obyektif dalam mengadili kasus tersebut.
"Kami menghormati keputusan Pengadilan Negeri Jember atas kasus yang menimpa Pak RH," katanya seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Minggu (28/11/2021).
Baca Juga:Viral Video Aksi Komplotan Pencuri Sepeda Motor di Jember Terekam CCTV
"Karena kita harus meyakini bahwa hakim memutuskan kasus tentu berdasarkan fakta-fakta obyektif. Oleh karena itu kita harus mempercayakan hal tersebut kepada hakim. Siapapun pada dasarnya tidak boleh mengintervensi hakim," katanya menambahkan.
Setelah vonis bersalah tersebut, saat ini Rahmat diberhentikan sementara waktu oleh kampus. Iwan mengatakan, pihaknya menunggu putusan tetap (inkracht) dari lembaga peradilan.
Menurut Iwan, keputusan pemberhentian dosen sangat tergantung dari proses hukum berikutnya, apakah ada banding atau tidak.
"Baru akan ada tindakan-tindakan lain yang kita kaitkan dengan peraturan kepegawaiannya. Jadi peraturan kepegawaian menunggu putusan hukum yang bersifat tetap," kata Iwan.
Rahmat Hidayat, dosen Universitas Jember, divonis enam tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim yang diketuai Totok Yanuarto, di Pengadilan Negeri Jember, Rabu (24/11/2021) petang. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan delapan tahun penjara dari jaksa.
Baca Juga:4 Preman di Jember Ini Diringkus, Dilaporkan Sejumlah Warga Sering Aniaya Korban
Rahmat dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, serta perbuatan cabul terhadap anak bawah umur. Terdakwa mengikuti persidangan secara daring di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Jember.
Pencabulan terjadi akhir tahun di rumah terdakwa, tapi baru dilaporkan pada Februari 2021 oleh orang tua korban. Korban masih berusia 16 tahun. Terdakwa berpura-pura menunjukkan teknik pemyembuhan penyakit sebagai modus pencabulan.
Pencabulan terjadi dua kali. Saat pencabulan kedua, korban merekam kejadian dengan meletakkan HP di bawah bantal, sehingga apa yang dibicarakan tersangka pada korban dapat direkam.