SuaraMalang.id - Kasus perselisihan antara dua kontraktor yang berujung laporan ke Satreskrim Polresta Malang Kota kini menjadi sorotan.
Kasus ini dinilai bisa menjadi pintu masuk bagi aparat hukum untuk mengungkap dugaan penyelewengan dalam proyek-proyek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
Menurut Koordinator LSM Pro Desa, Ahmad Kusairi, kasus ini berpotensi membongkar praktik jual-beli proyek yang selama ini diduga terjadi.
Pasalnya, banyak proyek Pemkab Malang seperti rehabilitasi sekolah, kantor kecamatan, puskesmas, hingga perawatan perkantoran diduga hanya dikuasai oleh kontraktor tertentu.
Baca Juga:Heboh! Plat N-3-NEN Palsu, Pengemudi BMW Cantik Buat Konten TikTok, Kena Tilang
"Sepertinya ini akan menjadi perkara besar. Karena dari kasus ini, penyidik bisa memeriksa lebih dalam bagaimana mekanisme pembagian proyek di Pemkab Malang. Biasanya, ada orang kuat di balik pembagian proyek penunjukan langsung (PL) seperti ini," ujar Kusairi, Sabtu (15/2/2025).
Kasus ini bermula dari laporan seorang kontraktor senior, Eko W. (47), warga Dusun Turi, Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, terhadap sesama kontraktor berinisial HSN, yang tinggal di kawasan Soekarno-Hatta, Kota Malang.
Eko mengklaim dirinya mengalami kerugian sebesar Rp 507 juta akibat tidak dibayar setelah mengerjakan proyek dinding penahan plengsengan tahun 2023 yang dikerjakan atas nama Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemkab Malang.
Pada Juli 2023, HSN menawarkan empat paket proyek dinding plengsengan di berbagai lokasi, yaitu:
- Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis
- Desa Kemiri, Kecamatan Jabung
- Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang
- Desa Pait, Kecamatan Kasembon
Total nilai proyek mencapai Rp 779.804.400, dengan masing-masing proyek bernilai sekitar Rp 194 juta hingga Rp 195 juta.
Baca Juga:Heboh! Plat N-3-NEN Palsu, Pengemudi BMW Cantik Buat Konten TikTok, Kena Tilang
Namun, setelah proyek selesai dikerjakan, Eko mengaku tidak menerima pembayaran sesuai perjanjian hingga dua tahun berlalu. Karena merasa dirugikan, akhirnya ia melaporkan HSN ke Polresta Malang Kota pada 12 Februari 2025.
"Setelah proyek selesai saya kerjakan, hingga dua tahun ini tidak dibayar. Ya, saya laporkan ke Polresta," ujar Eko.
Kusairi menilai bahwa kasus ini bisa merembet ke ranah yang lebih besar. Pasalnya, dalam penyelidikan nanti, polisi akan menelusuri asal-usul proyek, pemilik empat CV yang menerima Surat Perintah Kerja (SPK), hingga dugaan aliran dana atau fee proyek.
"Ketika penyelidikan berjalan, pemilik CV yang menerima SPK pasti akan diperiksa juga. Begitu pula dengan dugaan fee proyek. Saya yakin ini akan membuat gempar," tegas Kusairi.
Lebih lanjut, ia menduga bahwa ada pihak tertentu yang mengendalikan proyek-proyek di Pemkab Malang.
"Tidak mungkin kontraktor bisa mendapatkan proyek tanpa melalui pihak lain yang lebih berkuasa. Dengan pemeriksaan ini, siapa pun yang bermain di balik proyek-proyek ini bisa terungkap," katanya.
Kusairi yang pernah menjadi juru bicara Bupati Sanusi pada Pilkada 2024 juga menilai bahwa dinas terkait akan merasa tertekan jika kasus ini berkembang lebih jauh.
"Pihak dinas pasti ketakutan. Sebab, jika ada indikasi keterlibatan mereka dalam pengaturan proyek PL, maka bisa menyeret lebih banyak pihak," tambahnya.
Setelah laporan diajukan ke polisi, Eko mengaku sempat dihubungi oleh HSN.
"Dia tanya apakah saya benar-benar melaporkan dirinya. Saya jawab iya, lalu dia langsung mematikan teleponnya tanpa berkata apa-apa lagi. Mungkin sudah bosan dengan janji-janji terus," kata Eko.
Sementara itu, HSN sebelumnya mengklaim bahwa masalah ini terjadi karena tidak ada perincian keuangan yang jelas. Namun, Eko membantah tuduhan tersebut.
"Semua laporan dan perincian sudah saya sampaikan ke penyidik. Bahkan, sebelum proyek dimulai, HSN sudah meminta uang Rp 100 juta dari saya," pungkasnya.
Kontributor : Elizabeth Yati