SuaraMalang.id - Seiring dengan adanya kenaikan harga BBM, peminat bahan bakar alternatif di Blitar kini melonjak. Hal ini terlihat dari bahan bakar dari limbah plastik produksi Muryani warga Desa Beru, Wlingi, Blitar yang saat ini kebanjiran pesanan.
Muryani mengatakan, setelah ada kenaikan harga BBM, banyak masyarakat yang datang memesan BBM premium dan solar. Pasalnya harga BBM premium hasil pengolahan limbah plastik milik Muryani lebih murah dibanding pertalite.
“Kalau premium saya patok Rp8.000, sedangkan pertalite di SPBU Rp10.000, jadi banyak warga yang pesan,” kata Muryadi, seperti dikutip dari Satukanal.com.
Menurut Muryani, dalam sehari dia memproduksi BBM dari limbah plastik. Terlebih lima hari belakangan ini pesanan sangat banyak.
Baca Juga:Warung Makan Gratis di Blitar Viral, Pedagangnya Banjir Pujian
“Untuk pengolahan sehari bisa dapat 20 liter premium, sedangkan solar bisa 25 liter per hari,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, sejak adanya kenaikan BBM, Muryani mengaku mendapatkan keuntungan yang signifikan.
“Biasanya hanya terjual lima sampai sepuluh liter, jika diuangkan hanya sekitar Rp100.000 per hari. Namun setelah BBM naik bisa jual 25 liter per hari, artinya setiap harinya bisa mendapatkan keuntungan Rp300.000 ribu per hari,” aku Muryani.
Terkait dengan bahan baku limbah plastik, Muryani mengaku tidak ada masalah. Sebab, banyak warga yang memberi dan banyak limbah dari sampah.
Untuk diketahui, ilmu mengubah sampah plastik menjadi BBM itu didapat Muryani dari sang ayah, yang menerangkan bahwa semua plastik mengandung gas.
Baca Juga:Hujan Gol di Blitar, Pertahanan Persiba Balikpapan Jadi Sorotan
Dari sanalah, pria paruh baya tamatan SD tersebut bereksperimen membuat alat untuk menyuling gas yang dihasilkan dari plastik menjadi BBM.
“Kalau awalnya saya tahun 2009 lalu setelah berkali-kali gagal. Alat ini bekerja sesuai yang saya harapkan, bisa mendaur ulang sampah plastik jadi tiga jenis bahan bakar,” klaim Muryani.
Untuk menghasilkan BBM alternatif, awalnya Muryani harus memilah sampah plastik yang bening atau tidak berwarna. Sampah plastik itu kemudian dijemur sampai kering.
Sampah plastik yang kering lalu dimasukkan ke sebuah destilator berkapasitas 10 kilogram hasil rakitannya.
Dari 10 kilogram plastik, 60 persen di antaranya disuling menjadi solar, 25 persen menjadi premium, dan 15 persen disuling menjadi minyak tanah.
Proses penyulingan ini membutuhkan waktu empat jam dengan suhu panas 200 derajat selsius.
“Setiap kali proses penyulingan, destilator bisa menghasilkan sebanyak 6 liter solar, 2,5 liter premium, dan 1,5 liter minyak tanah,” tutup Muryani.