SuaraMalang.id - Kepala Desa Bangsalsar, Kabupaten Jember, Jawa Timur berinisial NH belum dilakukan penahanan, meski telah resmi berstatus tersangka kasus peredaran pupuk ilegal.
Diberitakan sebelumnya, Polres Jember menetapkan dua orang tersangka kasus peredaran pupuk ilegal, yakni Kepala Desa Bangsalsari NH dan anak buahnya sebagai kepala produksi pupuk ilegal berinisial CP.
"Tersangka tidak ditahan karena yang bersangkutan memang masih kooperatif dan ada kewajiban melayani masyarakat di desanya," kata Kasat Reskrim Polres Jember AKP Komang Yogi Arya Wiguna dikonfirmasi di Jember seperti diberitakan Antara, Selasa (8/3/2022).
AKP Yogi melanjutkan, pihaknya masih akan melakukan gelar perkara.
"Kami akan melakukan pendalaman terkait kasus peredaran pupuk ilegal tersebut dan dalam waktu dekat akan melakukan gelar perkara, termasuk membahas ditahan atau tidaknya tersangka," tuturnya.
Sejauh ini, lanjut Yogi, penyidik sudah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, termasuk saksi ahli yang didatangkan dari Kementerian Pertanian dan beberapa konsumen yang membeli pupuk tersebut.
"Kalau proses pemberkasan sudah selesai maka akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jember. Mudah-mudahan bisa dilakukan dengan cepat," katanya.
Dari pengakuan kedua tersangka kepada penyidik, pupuk tersebut diproduksi sendiri berdasarkan pesanan dari konsumen, baik warga Jember maupun luar daerah. Kegiatan produksi pupuk itu sudah berjalan selama setahun terakhir.
"Kami juga akan membawa sampel pupuk ilegal itu ke laboratorium untuk menguji kandungannya, apakah aman digunakan untuk pertanian sehingga kami lakukan pendalaman lagi," ujarnya.
Baca Juga:Kasus Peredaran Pupuk Ilegal di Jember, Polisi Libatkan Laboratorium
Kedua tersangka pengedar pupuk ilegal itu dijerat dengan pasal 122 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, yang bunyinya setiap orang yang mengedarkan pupuk yang tidak terdaftar dan/atau tidak berlabel sebagaimana dimaksud maka dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.