"Karena mereka kalau gak di sini ya harus ke Ijen Gereja Katerdal (Kota Malang) dan itu jauh," tutur dia.
Sementara itu, Ketua Panitia Pembangunan Relokasi Kapel Santo Bonifasius, Sudarmadji mengaku telah melakukan berbagai upaya. Bertemu dengan Bupati Malang, HM Sanusi dicobanya pada akhir 2021 lalu. Bahkan sudah ke rumah dinas Sanusi di Kota Malang.
"Namun gak ada beliaunya kami ditemui anaknya mas Zaky ya cuma diajak omong tapi sampai sekarang gak ada kabar. Tapi kabar terakhir katanya mau disurati ke Kadesnya," tutur dia.
Tak hanya ke Sanusi, Sudarmadji sudah memohon ke Anggota DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto, hingga Anggota DPRD Kabupaten Malang, Budi Kriswiyanto. Namun sekali lagi, belum juga ada solusi.
Baca Juga:Penolakan Pembangunan Gereja saat Natal, DPRD Surabaya: Menyedihkan
"Sampai saat ini cuma dijanjiin 'sudah sudah diurus' tapi sampai saat ini masih saja tetap," tutup dia," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Desa Landungsari Asyarul Khakim hingga kini belum bisa dikonfirmasi.
Sebelumnya kasus ini bermula sejak tahun 2018 lalu. Dengan banyaknya umat dari tambahan mahasiswa perantauan, parkiran di sekitar kapel menutup sebagian jalan yang cukup sempit.
Akhirnya beberapa kelompok protes karena setiap ada giat ibadah, membuat jalanan tertutup. Pertemuan pun dilakulan oleh pihak pemerintah desa dan juga pihak kapel dan warga sekitar. Disepakati bahwa kapel seharusnya dinonaktifkan karena secara perizinan bukan rumah ibadah. Kapel Santo Bonifasius pun ditutup sejak 2018 hingga sekarang.
Pihak kapel pun sudah mencoba untuk mengurus izin agar kapel tersebut izinnya sebagai rumah ibadah. Syarat sudah terpenuhi dengan mengumpulkan dukungan warga sekitar dan umat Katolik. Ada 60 lebih warga sekitar kapel dan 90 umat Katolik setuju dengan memberikan KTP bahwa bangunan tersebut memiliki ijin sebagai rumah ibadah.
Baca Juga:Geger Pembangunan Gereja Citraland Ditolak Warga, Tretan Muslim: Bangun Warnet Aja..
Namun ternyata beberapa warga menyarankan agar relokasi saja ke tempat yang lebih layak. Akhirnya pihak kapel menuruti. Tanah kurang lebih seluas 1000 meter persegi sudah disiapkan untuk dibangun kapel dan juga tempat parkir yang layak.
Pengumpulan dukungan dari warga sekitar pun dilakukan kembali dan sudah terpenuhi pada pertengahan tahun 2021 lalu.
Namun, kebuntuan terjadi pada tahap tanda tangan perizinan Kepala Desa Landungsari. Hingga kini nasib umat Katolik di Landungsari masih abu-abu.
Kontributor : Bob Bimantara Leander