SuaraMalang.id - Sejumlah restoran dan kafe di Kota Malang tengah menjadi perhatian DPRD Kota Malang.
Hal ini menyusul indikasi beberapa tempat usaha tersebut beroperasi sebagai tempat hiburan malam tanpa memiliki izin yang sesuai.
Anggota Komisi B DPRD Kota Malang, Muhammad Dwicky Salsabil Fauza, menyebutkan bahwa masalah perizinan dan perpajakan menjadi fokus utama.
Menurutnya, pengawasan terhadap usaha semacam ini penting untuk memastikan keselarasan izin usaha dan penerapan tarif pajak yang benar.
Baca Juga:Velodrome Malang Terbengkalai, DPRD Usul Gandeng Swasta
Dwicky menjelaskan bahwa restoran dan tempat hiburan memiliki tarif pajak yang berbeda. Restoran dikenakan pajak sebesar 10 persen, sedangkan tempat hiburan seperti diskotik, karaoke, atau panti pijat dikenakan tarif pajak 50 persen.
“Yang terindikasi hiburan tetapi tidak punya izin hiburan itu masalah. Kita harus pastikan izinnya sesuai karena pajaknya juga berbeda,” kata Dwicky, Rabu (15/1/2025).
Indikasi Usaha Menyimpang
Berdasarkan data yang diterima DPRD, ada empat tempat usaha di Kota Malang yang berizin restoran namun terindikasi beroperasi sebagai tempat hiburan malam. Keempatnya berada di wilayah Sukun, Klojen, dan Lowokwaru.
“Ada 2 di Lowokwaru, 1 di Sukun, dan 1 di Klojen. Ini akan kami dalami lebih lanjut untuk memastikan kegiatan mereka sesuai izin,” jelas Dwicky.
Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah
Dwicky menekankan bahwa kesesuaian izin dan pajak sangat penting untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang.
Baca Juga:Renovasi Pasar Besar Malang: Anggaran Rp 250 Miliar dari Pusat, Pedagang Tak Dipungut Biaya
“Kalau izinnya diskotik, ya masukkan ke izin diskotik sehingga Bapenda bisa menarik pajak hiburan. Kalau izin hanya restoran, maka Bapenda tidak bisa menerapkan pajak hiburan meski operasionalnya menyerupai hiburan malam,” ujarnya.
Harapan DPRD kepada Pemkot Malang
DPRD berharap agar perangkat daerah Kota Malang lebih tegas dalam memastikan setiap usaha menjalankan aktivitas sesuai izin yang diberikan. Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk menghindari kebocoran potensi penerimaan pajak.
“Kami harap hal ini jadi perhatian semua perangkat daerah agar PAD Kota Malang dapat dimaksimalkan,” tutup Dwicky.
Langkah tegas terhadap pelanggaran perizinan ini diharapkan mampu menciptakan tata kelola usaha yang lebih baik dan memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian daerah.
Kontributor : Elizabeth Yati