SuaraMalang.id - Siti Nur Hasanah, terdakwa dalam kasus pembunuhan terhadap ibunya, Hasiyah, meneteskan air mata setelah divonis hukuman penjara selama 13 tahun oleh Pengadilan Negeri Jember pada hari Rabu, 11 Juli 2024.
Vonis ini dijatuhkan setelah majelis hakim menyatakan bahwa Nur terlibat dalam perampasan nyawa dan pencurian dalam keadaan memberatkan bersama dua terdakwa lainnya, Sadi Adi Broto dan Agus Wicaksono.
Hakim Ketua, Frans Kornelisen, mengungkapkan bahwa bukti-bukti menunjukkan Nur dan rekan-rekannya bersalah sesuai Pasal 338 dan 363 KUHP tentang pembunuhan dan pencurian dengan pemberatan.
Namun, Nur dibebaskan dari dakwaan pembunuhan berencana di bawah Pasal 340 KUHP karena tidak terbukti adanya perencanaan yang matang.
Baca Juga:Geger! Penggerebekan di Jember, Polisi Sita 2 Bom Ikan dan Sabu 2 Ons dari Rumah Kontrakan
Sidang yang berlangsung selama lebih dari satu jam ini menegaskan bahwa pembelaan yang diajukan oleh kuasa hukum Nur, Ihya Ulumiddin, tidak diterima oleh hakim.
"Kami menyampaikan bahwa pertimbangan hakim mengesampingkan pembelaan yang telah kami sampaikan," ujar Frans Kornelisen.
Ihya Ulumiddin menyatakan ketidakpuasannya atas hasil sidang dan mengindikasikan adanya beberapa kejanggalan dalam proses penetapan Nur sebagai tersangka, termasuk ketiadaan sidik jari Nur pada tubuh korban.
"Sejak awal, kami mendapati banyak kejanggalan dalam proses penyidikan. Bahkan BAP dari kepolisian tidak kami terima sampai hari ini," ungkap Ihya.
Dia juga menyoroti bahwa motif yang dituduhkan kepada kliennya—tidak direstui menikah dengan Sadi—tidak tepat.
Baca Juga:Tradisi Turun-Temurun, Pesantren di Jember Sembelih Kurban Lebih Awal
"Bukan masalah tidak direstui, tetapi Ibu Hasiyah hanya meminta untuk menunggu anak pertama Nur pulang dari Bali," tambah Ihya.
Mengenai langkah hukum selanjutnya, Ihya mengatakan masih akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
"Kami akan memikirkan lebih dalam mengenai langkah hukum yang akan kami ambil selanjutnya," tutupnya.
Kasus ini telah menarik perhatian publik di Jember dan menimbulkan berbagai diskusi tentang dinamika keluarga dan implikasi hukum dalam kasus-kasus seperti ini.
Kontributor : Elizabeth Yati