Memahami Keris Sebagai Sarana Menuju Kesalehan Berpikir, Bukan Musyrik

Bicara keris, kebanyakan orang akan mengaitkannya dengan hal mistis. Padahal bukan di situ maknanya.

Muhammad Taufiq
Selasa, 02 Agustus 2022 | 15:38 WIB
Memahami Keris Sebagai Sarana Menuju Kesalehan Berpikir, Bukan Musyrik

Keris lahir berawal dari harapan atau dalam bahasa agama sebagai doa. Seseorang, di Nusantara kuno, ingin memiliki keris berbekal sebuah harapan, salah satunya sebagai sarana membentengi diri dari gangguan.

Kemudian ia datang ke seorang empu untuk dibuatkan keris. Si empu kemudian menerjemahkan doa si pemesan dengan terlebih dahulu mendekatkan diri kepada Allah, lewat wirid atau dzikir dan puasa. Ia berpantang dengan hal-hal yang tidak baik.

Dengan kebersihan batin, si empu kemudian membuat keris dengan fokus dalam kesadaran keterhubungan dengan Ilahi. Maka, doa-doa si empu yang merupakan doa si pemesan juga, secara energi terpatri dalam keris itu.

Dalam teknologi modern kita mengenal rekaman suara dan gambar yang kemudian bisa diputar ulang. Begitulah teknologi kuno leluhur yang merekam doa atau harapan pada keris. Masyarakat modern saat ini juga meyakini bahwa energi itu kekal dan alam semesta mencatat atau merekam energi itu.

Baca Juga:Viral Trik Gus Samsudin Terbongkar, Keris Petir yang Dipakai Ternyata Ada di E-commerce

Dalam ilmu-ilmu motivasi modern, kita juga dianjurkan untuk menulis harapan atau impian itu dalam sebuah buku, dengan tulisan tangan. Apa bedanya dengan hal itu dengan doa leluhur yang mengabadikannya dalam keris?

Secara kasat mata, nilai gotong royong dalam keris adalah kerja sama antara pemesan dengan empu. Kemudian di lokasi penempaan, si empu tentu membutuhkan bantuan dari orang lain yang menangani perapian untuk memanaskan besi.

Dari sisi spiritual, ada gotong royong doa dan energi antara si pemegang keris saat ini dengan doa atau energi empu dan pemesan awal dalam sebuah keris.

Ini juga menunjukkan bahwa budaya gotong royong adalah nilai-nilai dasar yang sudah mendarah daging dari bangsa kita yang seharusnya terus digelorakan dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa saat ini, termasuk dalam upaya bangkit dari berbagai dampak pandemi COVID-19.

Bagi orang Jawa, salah satu tuah dari sebilah keris adalah bala. Artinya kalau si pemegang keris melakukan perbuatan negatif, maka itu bertentangan dengan doa dari empu dan pemesan awal keris yang menginginkan kebaikan, khususnya dalam konteks ketuhanan.

Baca Juga:5 Kota Terbaik di Dunia untuk Menjelajah Seni dan Budaya

Dengan demikian, posisi keris, selain sebagai sarana doa, juga menjadi pembimbing jalan hidup bagi pemiliknya agar tidak berbuat sesuatu yang melanggar. Maka, para pecinta keris juga menggunakan benda itu sebagai sarana menuju pribadi yang saleh. ANTARA

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini