Pengasuh Ponpes akan Dijemput Paksa Polisi Jika Tak Hadiri Panggilan Kedua Pemeriksaan Kasus Dugaan Pencabulan santri

Pengasuh ponpes di Banyuwangi dilaporkan kasus dugaan pencabulan 6 santri.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Jum'at, 01 Juli 2022 | 17:04 WIB
Pengasuh Ponpes akan Dijemput Paksa Polisi Jika Tak Hadiri Panggilan Kedua Pemeriksaan Kasus Dugaan Pencabulan santri
Ilustrasi kasus dugaan pencabulan santri di Banyuwangi. (pixabay/Gerd Altmann)

SuaraMalang.id - Kepolisian Resor Banyuwangi akan menjemput paksa pengasuh pondok pesantren berinisial FZ jika tidak hadir lagi, pada Jumat (1/7/2022) untuk pemeriksaan kasus dugaan pencabulan santri.

"Jika besok juga tidak hadir, tidak ada alasan yang jelas, sesuai dengan hukum acara untuk pemanggilan, selanjutnya kita akan terbitkan surat membawa (jemput paksa) kepada yang bersangkutan," kata Kasat Reskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Agus Sobarna Praja, Kamis (30/6/2022).

Sejauh ini, pihaknya telah meminta keterangan dari sejumlah 12 saksi, termasuk korban.

Terpisah, salah satu keluarga Ponpes, In'am Latif mengatakan, FZ telah meninggalkan lingkungan pesantren sejak tiga minggu lalu. Kemana perginya FZ juga tak tahu menahu.

Baca Juga:Terlapor Kasus Pencabulan Santri di Banyuwangi Diduga Kabur, Pihak Pesantren Tak Tahu Menahu

"Kami tidak bertemu sudah 3 mingguan. Kami juga tidak tahu posisinya dimana sekarang," kata In'am, belum lama ini.

Disinggung terkait proses penyidikan yang terus berjalan, secara penuh keluarga pesantren memasrahkan kepada pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan yang ada.

"Kami serahkan sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Dan kami persilahkan untuk diusut," ungkap In'am.

Seperti diberitakan, FZ dilaporkan kasus pencabulan. Korbannya ada enam orang santri, lima santriwati dan seorang santri putra.

Akibat tindakan pencabulan itu, para santri mengalami trauma. Bahkan takut bertemu dengan keluarga sendiri.

Baca Juga:Tren Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Banyuwangi Memprihatinkan, PR Besar Pemkab

Belum lama ini, keluarga korban mengaku mendapatkan teror dari seseorang mengaku pengacara. Melalui sambungan telepon dan pesan singkat, pihak keluarga korban mendapat intimidasi agar laporan polisi dicabut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini