SuaraMalang.id - Kasus pelecehan seksual dan perundungan terhadap siswa di sekolah terjadi di SMA Al-Izzah Islamic International Boarding School, Kota Batu, mendapat respons dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI pun akan melakukan evaluasi terhadap pengawasan sekolah berkonsep asrama itu. Seperti dijelaskan Komisioner KPAI, Putu Elvina.
Putu mengatakan masih ada kelonggaran pengawasan oleh pihak sekolah. Sebab, sekolah tidak tahu kasus tersebut terjadi hingga laporan diterima.
Seperti diketahui, kasus tersebut sebenarnya terjadi pada tahun 2020 lalu. Namun, dilaporkan dan diselesaikan pada bulan Juli 2021 lalu.
Baca Juga:Jajan Sendirian ke Warung, Bocah 5 Tahun di Sumut Diduga Jadi Korban Pelecehan
"Pengawasannya masih sangat itu ya longgar ya, sehingga mereka (pihak sekolah) gak tau apa yang terjadi di antara sesama siswa," katanya.
Putu menambahkan, seharusnya dengan adanya kelonggaran itu, pihak sekolah tidak terkesan menutup-nutupi kasus yang sensitif itu.
Pasalnya, jika pihak sekolah terbuka terkait kasus itu, lembaga terkait mampu membantu untuk melakukan penanganan kasus itu.
Sebab, dengan konteks pelaku dan korban merupakan anak di bawah umur maka harus ada penanganan khusus. Baik korban dan pelaku harus direhabilitasi.
"Semua orang tahu manajemen bahwa ada masalah eksklusififas namun tidak kemudian meniscahyakan pihak-pihak lain memberikan masukan. Janhan sampai kemudian sudah menjadi kasus kita repot semua. Kasus satu atau dua tahun terbongkar didiamkan sekolah tidak merespon dengan alasan aib dan lain sebagainya," tutur dia.
Baca Juga:Pelecehan Seksual di Boarding School Kota Batu, Kepsek Sebut Pelaku Sudah Tobat
Putu menjelasakan, dengan cara pihak sekolah yang terkesan tertutup itu secara tidak langsung menunjukan pihak sekolah tidak berpihak ke korban.
"Saat mereka kemudian memilih melindungi memilih dan mendiamkan sebenarnya tidak berpihak kepada anak," ujarnya.
Dia pun berpesan, sekolah baik yang berkonsep asrama maupun tidak harus menciptakan sekolah yang ramah dan aman bagi anak.
Caranya dengan merekrut sumber daya manusia yang telah berkomitmen sejak awal untuk antisipasi kekerasan seksual dan perundungan terhadap siswa di lingkungan sekolah maupun asrama.
"Mereka harus melatih SDM-nya mulai dari tukang sapu sampai kepseknya. Prioritaskan keselamatan anak sebelum menerima siswa. Mereka harus berkomitmen terlebih dahulu dan pihak sekolah harus selektif dan memberikan komitmen itu," kata dia.
Terpisah Kepala Seksi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Kota Batu, Emy Yulianungrum mengaku telah berupaya untuk menciptakan ruang aman untuk anak bersekolah di Kota Batu.
Program pun telah dicanangkan sejak 2015 berupa program sekolah ramah anak.
Namun, program itu dengan adanya kasus kekerasan di SMA Al-Izzah Islamic International Boarding School ini membuat program itu tidak sempurna.
"Kejahatan juga tidak bisa dihapus 100 persen, tapi setidaknya mengurangi. Jika ada kekerasan seksual, kami langsung terjun ke lapangan," imbuh dia.
Terkait kasus di SMA Al-Izzah, dia pun sudah terjun ke lapanhan. Pihaknya telah melakikan pendampingan secara psikologis ke korban.
"Iya terjadi. Itu tentu menjadi hal yang cukup traumatis sehingga kami mengupayakan penyembuhan secara psikologis," tutup dia.
Kontributor : Bob Bimantara Leander