SuaraMalang.id - Orang seringkali susah membedakan antara perundungan atau bullying dengan bercandaan. Maksudnya mungkin bercanda, tapi ternyata masuk kategory bully.
Lalu di mana batas antara bully dengan bercanda ini? Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Pingkan Rumondor, menjelaskan batasan antara tindakan dikatakan sebatas bercanda dan masuk kategori perundungan atau bullying.
"Bullying dilakukan sengaja dan berulang-ulang. Misalnya terjadi selama 6 bulan hampir setiap hari untuk mengintimidasi atau menyakiti orang lain," katanya, seperti dikutip dari Antara, Senin (15/11/2021).
Pingkan menekankan tiga hal saat bicara perundungan ini, yakni sengaja, berulang-ulang dan ada ketidakseimbangan kekuasaan misalnya ada salah satu pihak yang merasa superior atau lebih tinggi dan satu lainnya merasa inferior.
Sementara tindakan disebut bercanda bila antara pihak yang terlibat sama-sama bisa menikmati, senang, bisa melihat di mana kelucuan bahan candaan dan tidak ada yang tersakiti.
Baca Juga:Lakukan 5 Hal Ini Jika Kamu Menjadi Korban Cyberbullying!
"Kalau bullying salah satu akan merasa tersakiti, merasa direndahkan dan sebenarnya yang bercanda melakukan bullying, di balik kata bercandaan dia melakukan dengan sengaja menyakiti," ujarnya.
Contoh perilaku bullying antara lain menyebarkan gosip, berlaku secara tidak adil, mengejek dan merendahkan, sengaja mengisolasi orang. Tetapi yang bukan termasuk tindakan negatif ini yakni satu konflik terjadi sekali dan mutasi berdasarkan kompetensi.
Mereka yang terlibat dalam perundungan antara lain pelaku, saksi yakni mereka yang melihat dan target atau orang yang diposisikan lebih rendah. Berbicara target, menurut Pingkan, biasanya sosok-sosok berbeda dari mayoritas di mana bullying terjadi.
Terkait saksi, seringkali bila mereka tak paham cara bertindak yang tepat saat bullying terjadi, maka cenderung diam. Penyebabnya bisa beragam.
"Ketika semakin banyak yang melihat akhirnya ada semacam rasa berbagi tanggung jawab, yang melihat itu akan tunggu-tungguan siapa yang negur duluan. Saksi ini penting, supaya dia bisa melakukan sesuatu, kadang-kadang ada efek seperti itu," kata Pingkan.
Baca Juga:Belajar dari Kasus Bullying Aurora Ribero, Dampak Perundungan terhadap Harga Diri Anak
Pada masa pandemi COVID-19, tindak perundungan bukan berarti tak terjadi sama sekali, misalnya di tempat kerja. Pingkan mencontohkan, perundungan bisa dialami seseorang via telepon, rapat online misalnya dengan peserta yang melontarkan komentar mengandung unsur melecehkan, email berisi pergosipan.
Suatu penelitian pada tahun 2020 yang dilakukan satu organisasi menunjukkan angka responden mengeluhkan pelecehan dan direndahkan berbasis gender, etnis dan usia meningkat di masa pandemi.
"Pandemi ini meningkatkan (kejadian perundungan) sekalipun konteksnya di online," katanya menegaskan.