SuaraMalang.id - Kuasa hukum pendiri SMA SPI (Selamat Pagi Indonesia) Kota Batu berinisial JE, Recky Bernadus Surupandy membeberkan kejanggalan kasus dugaan kekerasan seksual dan eksploitasi yang dilaporkan inisial SDS (28).
Diketahui, korban dugaan kasus kekerasan seksual berinisial SDS melaporkan pendiri SMA SPI JE ke Polda Jatim, pada 29 Mei 2021. SDS merupakan salah satu dari puluhan korban yang mengadu ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). SDS alumni sekolah SPI dan lulus pada 2011.
SDS tercatat sebagai murid dari Sekolah SPI terhitung sejak tahun 2008 hingga lulus sekolah tahun 2011. Kemudian, setelah lulus sekolah 2011, SDS memiliki keinginan untuk tetap bisa tinggal di Sekolah SPI. Tujuannya bisa berkontribusi sebagai alumni yang disebut sebagai Young Enterpreneur Society atau YES.
Lantas, Recky menyoal pernyataan dari pelapor yang mengklaim telah mengalami kekerasan seksual sejak 2009.
Baca Juga:Ernest Prakasa Dukung Penuntasan Dugaan Kasus Kekerasan Seksual di SMA SPI Kota Batu
“Mengapa tidak dari semula saja (2009) melaporkan kejadian itu,” katanya dikutip dari beritajatim.com --jejaring media suara.com, Rabu (23/6/2021).
Sebelum 29 Mei 2021, lanjut Recky, hubungan pelapor dan terlapor baik-baik saja. Bahkan, selama tinggal di SPI dan mengembangkan keterampilan disana tidak menunjukkan gelagat aneh, sampai akhirnya pelapor pamit keluar sekolah dengan alasan menikah.
Merespon itu, Recky berharap SDS diperiksa kondisi kejiwaannya. Ia juga menyinggung tentang legalitas ormas atau LSM yang mendampingi pelapor (Komnas PA).
“JE berharap terhadap pelapor dapat dilakukan pemeriksaan psikologis secara menyeluruh dari Rumah sakit agar dapat diketahui secara medis kondisi kejiwaannya,” kata Recky.
Ia menambahkan, kejadian dugaan tindak pidana persetubuhan yang dilaporkan oleh SDS dituduhkan kepada JE mulai tahun 2009, sedangkan alat bukti visum et repertum dilakukan tahun 2021.
Baca Juga:Update Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Sekolah SPI, Polda Jatim Bakal Gelar Perkara Kedua
“Tentunya hubungan kausalitas antara perbuatan dan alat bukti haruslah dapat dibuktikan terlebih dahulu,” kata dia.
Tim kuasa hukum JE, menurut Recky, saat ini juga tengah mendalami latar belakang organisasi masyarakat (Ormas) yang menjadi pendamping dalam perkara ini, termasuk aspek legalitas ormas tersebut agar dapat dipastikan aspek kewenangan dan tupoksinya.
“Kami ingin menegaskan sekali lagi, segala pernyataan dari pihak-pihak tertentu yang telah tertulis di media, yang menuduh klien kami dalam perkara dugaan telah terjadi tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana kekerasan fisik dan tindak pidana eksploitasi ekonomi di Sekolah SPI adalah pernyataan yang tidak benar,” ujar Recky.