SuaraMalang.id - Kasus korupsi yang menjerat Kepala SMKN 10 Malang berinisial DL rupanya telah terindikasi sepak terjangnya. Bahkan oknum kepala sekolah itu jauh hari sebelum ditetapkan tersangka telah diperingatkan.
Hal itu diungkap Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih. Bahwa DL sudah diindikasikan sejak lama melakukan korupsi dana BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan). Bahkan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur sudah mencoba berkomunikasi dan menanyakan dugaan korupsi itu kepada DL langsung.
"Diknas Jatim yang bersangkutan ini telah berkali-kali diingatkan saat masih terindikasi. Tapi kurang kooperatif dan cenderung menutup akses dari Pemprov dalam hal ini Cabdin (Cabang dinas) di Malang," katanya kepada SuaraMalang.id, Rabu (16/6/2021).
Bafaqih mendukung upaya Kejaksaan Negeri Kota Malang untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1 miliar lebih tersebut.
Baca Juga:Duh! Kepala SMKN 10 Malang Diduga Bancakan Korupsi, Negara Merugi Rp 1 Miliar Lebih
"Dan sembari tetap menjaga azas praduga tak bersalah. Selanjutnya meminta agar Cabdin di Malang mengantisipasi situasi yang mungkin mengganggu pengelolaan sekolah dan persiapan PTM terbatas ke depannya," sambungnya.
Ia menambahkan, pasca terbongkar kasus oknum kepala sekolah korupsi itu, DPRD Jatim mengimbau agar tidak memandang negatif institusi dan profesi pendidikan.
"Harus dilihat sebagai pelanggaran oknum ya, mohon tidak di-generalisasi. Kepala sekolah dan guru-guru kita yang berdedikasi tinggi dan bekerja dengan hati nurani pasti jauh sangat banyak lagi," kata dia.
Terpisah, Malang Corruption Watch (MCW) menyoroti kasus dugaan korupsi Kepala SMKN 10 Malang, DL yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Kepala Program Monitoring Hukum dan Peradilan MCW, Reymond Tobing menilai, penegak hukum di Kota Malang masih bersifat tebang pilih saat mengusut kasus.
Baca Juga:Terjerat Kasus Korupsi, Kepala SMKN 10 Malang Resmi Ditahan
"Sebenarnya sektor pendidikan sampai hari ini marak terjadi korupsi. Itu tejadi di circle penyelenggara pendidikan dinas pendidikan hingga ke kepala sekolah. Kalau menurut kami untuk penindaksn hukum korupsi Di tingkat pendidikan, penindak hukum masih pilih-pilih," katanya.
Reymond mengaku, masih banyak kasus korupsi di dunia pendidikan di Kota Malang. Namun penegak hukum dinilainya tidak akan bergerak jika nilai kerugian negaranya tidak besar.
"Menurut kami yang ditindak itu jika nilai kerugian negaranya besar seperti di berita itu (kasus korupsi Kepala SMKN 10). Kalau tidak ya tidak bergerak," tutur dia.
Buktinya, Reymond mengatakan, ada sekitar lima kasus dugaan korupsi sekolah di Kota Malang yang sudah dilaporkan ke penegak hukum di Kota Malang.
Modus operandi korupsi yang dilakukan adalah melakukan mark-up anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Daerah maupun Nasional.
"Dari lima itu kami sudah melaporkan satu ke penegak hukum saya gak sebut instansi. Pada tahun 2020 lalu. Bukti minimal pun sudah ada. Tapi hingga kini tidak ditindak lanjuti. Alasannya waktu itu Pandemi. Tapi kami menilai itu karena kerugian negara tidak besar," imbuhnya.
Reymond pun menyarankan agar penegak hukum di Kota Malang tidak tebang pilih. Pasalnya, berdasarkan Political Will negara Indonesia, lanjut Reymond, ada dua tahap untuk mengusut kasus korupsi.
"Ada dua mekanisme untuk kasus korupsi, yakni penganggulangan dan pencegahan harus terwujud. Harusnya kejaksaan, maupun kepolisian di daerah menjalankan fungsinya mencegah dan memberantas korupsi. Tidak boleh pilih-pilih kasus," jelasnya.
Sementara itu, DL sendiri kini sedang mendekam hukuman kurunan sementara selama 20 hari sejak ditahan minggu lalu.
DL sendiri kekinian dikabarkan merugikan negara hingga Rp 1,2 miliar atas dugaan korupsi dana ( BPOPP) tahun 2019-2020.
Dalam menjalankan praktek korupsi itu, DL hanya meminjam 11 nama perusahaan rekanan untuk menjalankan proyek pembangunan dan rehabilitasi sejumlah ruang kelas.
11 nama perusahaan itu pun tidak tahu menahu atas pembangunan ataupun proyek itu. Mereka hanya meminjamkan namanya dan mendapat kompensasi 2,5 persen dari setiap total proyek yang dikerjakan.
Alhasil, uang BPOPP itu pun diduga disunat oleh DL dan orang kepercayannya tanpa ada pengawasan.
Kontributor : Bob Bimantara Leander