Pelaku Politik Uang Pilkada Malang 2020 Jalani Sidang Perdana

Sumiatim diberi upah Rp 150 ribu atas pekerjaaannya membagikan amplop tersebut.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Rabu, 23 Desember 2020 | 12:42 WIB
Pelaku Politik Uang Pilkada Malang 2020 Jalani Sidang Perdana
Terdakwa kasus politik uang Pilkada Malang 2020 menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang. (beritajatim.com)

SuaraMalang.id - Sumiatim (45) warga Desa Sumberejo Kabupaten Malang menjalani sidang perdananya dalam kasus politik uang (money politic) di Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas 1 B, Kabupaten Malang, Selasa (22/12/2020). Terdakwa disangkakan telah membagikan uang pada Pilkada Malang 2020.

Agenda pembacaan dakwaan dan pembuktian menghadirkan sejumlah 4 orang saksi untuk memberikan keterangan atas keterlibatan Sumatim dalam praktik money politik itu. Tiga dari empat saksi tersebut adalah Tim Pemenangan Paslon nomor urut 1, Sanusi - Didik Gatot Subroto (SANDI), yakni Yoyok, Pitono, dan Achmad Khusairi, Kemudian Komisioner Bawaslu Kabupaten Malang, George Da Silva.

Kuasa Hukum Terdakwa Sumiatim, Wiwied Tuhu, mengklaim kesaksian dari keempat saksi tersebut semuanya tidak ada yang mengetahui secara langsung praktik politik uang yang dilakukan kliennya tersebut.

“Sebagaimana dilihat, tidak ada bukti valid maupun saksi yang secara langsung mengetahui sebagaimana dituduhkan, yakni melakukan praktik money politic,” terangnya, seperti dikutip dari beritajatim.com -- media jejaring suara.com.

Wiwied mengklaim sejumlah saksi tersebut hanya mengetahui adanya unsur money politik tersebut dari tim di lapangan.

“Sedangkan tim di lapangan juga tidak pernah mengklarifikasi pada pihak-pihak terkait, baik yang menyuruh maupun penerima uang dari Sumiatim tersebut,” tuturnya.

Wiwied menjelaskan bahwa Sumiatim memang melalukan praktik money politik tersebut. Hanya saja, alasan utama dari ketersediaan Sumiatim untuk melakukan hal itu karena tuntutan ekonomi.

“Jadi saat itu, ada salah satu orang yang bernama Mujiati menyuruh Sumiatim untuk membagikan amplop berisi uang Rp 20 ribu dan berstiker paslon nomor urut 2 (Latifah Shohib dan Didik Budi Muljono) ke warga setempat sebanyak 100 amplop,” paparnya.

Sedangkan Sumiatim diberi upah Rp 150 ribu atas pekerjaaannya membagikan amplop tersebut.

“Nah, upah inilah alasan Sumiatim mau membagikan amplop tersebut, karena memang ia warga kurang mampu,” lanjut Wiwied.

Sementara itu, Mujiati yang disebut-sebut sebagai orang yang menyuruh Sumiatim tersebut, menurut Wiwied berdasarkan pengakuan Sumiatim statusnya adalah kenalan Sumiatim.

“Ibu Sumiatim hanya pernah kenal dengan Mujiati, dan lama tidak pernah ketemu. Lalu tiba-tiba datang dan menawarkan untuk membagikan amplop tersebut. Dia apakah relawan paslon nomor urut 2, Ibu Sumiatim juga tidak tahu,” katanya.

Namun, dalam sidang dakwaan dan pembuktian, Mujiati tampak tidak hadir dalam persidangan.

“Saya tidak tahu prosesnya bagaimana, tapi Mujiati tidak terlihat hadir,” tegas Wiwied.

Terpisah, salah satu saksi sekaligus Tim Kuasa Hukum paslon SANDI, Ach Khusairi membantah pihaknya tidak mengetahui secara langsung praktik politik uang yang dilakukan Sumiatim.

“Kalau saat membagikan memang tidak tahu, tapi berdasarkan pemeriksaan kami saat itu, terbukti ada 5 amplop di rumah Sumiatim. Ia juga mengakui sudah membagikan 95 dari 100 amplop yang disuruh membagikan,” Khusairi mengakhiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini