Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Jum'at, 15 Maret 2024 | 18:58 WIB
Ketum Partai NasDem Surya Paloh sampaikan pidato dalam agenda HUT ke-12 Partai NasDem di Kantor DPP partai tersebut pada Sabtu (11/11/2023). [Suara.com/Dea]

SuaraMalang.id - Isu tentang jatah kursi menteri yang disediakan untuk Partai Nasdem dinilai sebagai strategi untuk menghambat hak angket yang digulirkan oleh kelompok pendukung pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, mengamati bahwa Nasdem, sebagai pimpinan Koalisi Perubahan pengusung Anies-Muhaimin, berpotensi tidak mengikuti jejak PKB dan PKS dalam menggulirkan hak angket.

Menurut Efriza, sikap Nasdem yang tidak menyuarakan hak angket saat Rapat Paripurna DPR RI beberapa waktu lalu, berbeda ketika wacana ini muncul ke publik pasca pencoblosan pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024, menunjukkan isu tersebut dimanfaatkan untuk menumpulkan hak angket dan agar Nasdem menerima hasil pilpres.

"Diyakini ini isu untuk menumpulkan hak angket, dan agar Nasdem menerima hasil pilpres," ujar Efriza, dikutip hari Jumat (15/3/2024).

Baca Juga: Sandiaga Uno Beri Sinyal PPP Merapat ke Prabowo, Waketum: Saya Luruskan...

Efriza menambahkan bahwa Nasdem sejak mengetahui suara pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melonjak tinggi daripada Anies-Muhaimin, sudah berencana merapat ke koalisi pemenang Pilpres 2024.

"Jika dibaca sejak awal, sebenarnya Nasdem telah menerima hasil pilpres. Hanya saja karena Anies capresnya, dan kubu Ganjar ingin memproses hak angket untuk menelusuri kecurangan pemilu, diyakini Nasdem sekadar ikut irama saja, sambil melihat peluang bergabung dengan pemerintahan," paparnya.

Efriza percaya bahwa Nasdem sedang mencari momen yang tepat untuk mendeklarasikan diri mendukung Prabowo-Gibran, terutama setelah keluarnya penetapan hasil Pilpres 2024 oleh penyelenggara pemilu.

"Nasdem jika dipelajari sejak awal enggan untuk menggelorakan kecurangan pemilu. Jadi terkesan terpaksa, tak enak semata, bukan dari hati dan sikap serius arahan partainya," tutup Efriza.

Isu ini menggambarkan dinamika politik pascapemilu yang rumit, di mana keputusan partai politik bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor strategis, termasuk potensi jatah kursi menteri dalam kabinet pemerintahan baru.

Baca Juga: Prabowo-Gibran Sudah Menang di 24 Provinsi, Anies Baswedan Tetap Tunggu Hasil Akhir

Kontributor : Elizabeth Yati

Load More