Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Rabu, 30 Juni 2021 | 18:45 WIB
Ilustrasi Jurnalis. PWI Jatim: Pemberitaan Dugaan Kekerasan Seksual Harus Mengedepankan Kode Etik Jurnalistik. [shutterstock]

SuaraMalang.id - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur mengimbau agar pemberitaan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan alumnus Sekolah SPI (Selamat Pagi Indonesia) Kota Batu, mengedepankan kode etik jurnalistik.

Sebab, kasus yang menjerat pendiri Sekolah SPI berinisial JE itu berdampak luas, khususnya pada para siswa yang masih aktif. Beberapa diantaranya bahkan ada yang dijemput paksa oleh para orang tua lantaran masifnya pemberitaan di media.

Sekretaris PWI Jatim Eko Pamuji menyatakan pihak sekolah dapat melakukan pengaduan ke Dewan pers, apabila pemberitaan dianggap telah merugikan pihak sekolah.

"Ketika pemberitaan media itu merugikan sekolah, silahkan pihak sekolah itu melapor ke Dewan Pers, kalau merasa dirugikan. Dirugikan oleh pemberitaan," kata Eko melalui keterangan tertulis diterima SuaraMalang.id, Rabu (30/6/2021).

Baca Juga: DP3AK Jatim: Proses Hukum Diharapkan Tak Mengganggu Aktivitas Belajar Siswa SPI Kota Batu

Eko berharap setiap pemberitaan mengedepankan azas praduga tak bersalah dan menggunakan kode etik Jurnalistik.

"Sebetulnya masih dugaan, jadi azas praduga tak bersalah harus ada. Tetapi faktanya sudah mempengaruhi orang tua siswa (SPI). Jadi semua proses hukum biar berjalan dulu," ujarnya.

Ia juga menilai, penyebutan nama sekolah dengan jelas pada pemberitaan memiliki batasan-batasan dan dilarang keras menghakimi.

"Kalau menyebut sekolah, yang dilaporkan itu siapa? Misalnya pelapor itu melaporkan sekolah X gak apa (menyebut nama Sekolah), tapi sebatas diduga lo ya, jadi gak boleh menghakimi," kata dia.

Pemimpin Redaksi Harian Duta ini mempersilahkan bagi pihak yang merasa dirugikan melalui pemberitaan untuk mengadu ke Dewan Pers. Faktor keberimbangan juga akan menjadi acuan untuk Dewan Pers dalam memberikan keputusan.

Baca Juga: Korban dan Keluarga Kasus SMA SPI Mendapat Tekanan, Komnas PA Minta Perlindungan LPSK

Konteks perlindungan anak dengan artian sebenarnya adalah menjaga kondisi lahir batin anak atau siswa.

Hal itu ditegaskan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur Andriyanto.

Perlindungan tidak hanya diberikan pada pelapor yang merupakan alumni SPI, akan tetapi juga harus diberikan kepada para siswa SPI yang saat ini tengah menempuh pendidikan.

Terkait proses hukum yang saat ini ditangani Polda Jatim, Andriyanto meminta semua pihak menghormatinya dan tidak menghubungkannya dengan Lembaga Pendidikan SPI (Selamat Pagi Indonesia).

“Kita hormati proses hukum, yang terpenting dalam konteks perlindungan anak, mari kita jaga lahir dan batin anak anak atau siswa siswa di sekolah tersebut agar dapat belajar dengan normal,” Kata Andriyanto.

Andriyanto berharap, Para siswa yang saat ini menempuh pendidikan di SPI Tidak terganggu dengan adanya proses hukum terkait laporan dari beberapa oknum alumni siswa SPI yang dikomandoi Komnas PA Arist Merdeka Sirait.

“Mari kita tetap melindungi anak anak kita, karena melalui anak (generasi) Indonesia akan maju.” tutupnya.

Load More