SuaraMalang.id - Jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kota Malang masih tergolong tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tercatat sebanyak 5.655 anak di Kota Malang tidak bersekolah.
Dari jumlah tersebut, 1.875 anak tercatat putus sekolah (drop out), 1.271 anak tidak melanjutkan pendidikan, dan 2.595 anak tidak pernah atau belum pernah bersekolah.
Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Malang, Rahmadi Indra, mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka ATS ini.
Salah satu faktor utama adalah pengaruh lingkungan dan kurangnya perhatian atau dukungan dari orang tua.
Baca Juga:Jejak Sang Ibu: Amithya Siraduhita Siap Pimpin DPRD Kota Malang
"Faktor lingkungan yang salah, seperti pergaulan yang buruk, menjadi penyebab anak tidak melanjutkan sekolah. Ditambah lagi dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis, membuat anak kurang mendapat dukungan untuk bersekolah," ujar Rahmadi, Senin (14/10/2024).
Rahmadi juga menjelaskan bahwa fenomena ATS ini paling banyak terjadi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Kebanyakan anak yang putus sekolah berada di tingkat SMP. Di tingkat Sekolah Dasar (SD) mungkin ada, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan hanya terjadi di beberapa wilayah tertentu seperti Kedungkandang," terangnya.
Rahmadi menekankan pentingnya dukungan dari orang tua dan keluarga untuk memastikan anak-anak tetap bersekolah dan tidak terpengaruh oleh lingkungan yang buruk.
"Dukungan dari orang tua sangat diperlukan agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah dan tetap melanjutkan pendidikannya," ungkapnya.
Baca Juga:Harga Beras dan Cabai Naik? Serbu Pasar Murah di 7 Titik Kecamatan di Kabupaten Malang
Menurut Rahmadi, persoalan ATS tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, tetapi juga melibatkan berbagai pihak, termasuk sekolah dan Dinas Sosial.
"Ini adalah persoalan bersama. Pihak sekolah, Dinas Sosial, dan Disdikbud harus berkolaborasi untuk mencari solusi yang tepat," tambahnya.
Rahmadi juga menyoroti peran penting para tenaga pengajar dalam mengatasi masalah ATS. Guru, terutama guru Bimbingan Konseling (BK), harus memiliki pengetahuan yang baik tentang psikologi anak agar dapat membimbing dan memotivasi mereka untuk tetap bersekolah.
"Guru harus memahami psikologi anak dan mampu membentuk karakter mereka agar memiliki keinginan kuat untuk bersekolah. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan mereka berhak mendapatkan pendidikan yang layak," tutup Rahmadi.
Dewan Pendidikan berharap adanya kerja sama yang lebih baik antara semua pihak terkait, agar masalah ATS di Kota Malang dapat ditekan dan anak-anak mendapatkan akses pendidikan yang seharusnya mereka terima.
Kontributor : Elizabeth Yati