Belum Pernah Terjadi, Sungai Yangtze China Surut Terdampak Gelombang Panas

Bagian dasar sungai sampai terlihat lantaran danau dan anak sungai Yangtze telah surut sebagai akibat dari kekeringan.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Rabu, 24 Agustus 2022 | 12:01 WIB
Belum Pernah Terjadi, Sungai Yangtze China Surut Terdampak Gelombang Panas
Danau yang dialiri oleh Sungai Yangtze, seperti Danau Dongting di provinsi Hunan kian surut. (FOTO: BBC/Getty Image)

SuaraMalang.id - Sungai terpanjang di China, Yangtze terlanda kekeringan. Fenomena itu dampak gelombang panas yang melanda wilayah setempat.

Seperti diwartakan Timesindonesia.co.id jejaring Suara.com, akibat kondisi cuaca ekstrem selama sebulan itu, China mencatatkan cuaca hujan terendah. Berimbas kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya di sepanjang sungai Yangtze.

Bagian dasar sungai sampai terlihat lantaran danau dan anak sungai Yangtze telah surut sebagai akibat dari kekeringan.

Ukiran batu Buddha berusia 600 tahun dan bebatuan di bawah Paviliun Guanyin yang terkenal, di Wuhan, provinsi Hubei.

Baca Juga:Lihat Penampakan Rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Ketinggian sungai yang rendah telah mengurangi kemampuan pembangkit listrik tenaga air di daerah tersebut untuk menghasilkan energi.

Langkah-langkah darurat yang diberlakukan untuk menghemat listrik termasuk penutupan pabrik, pengurangan jam buka toko, dan gedung perkantoran serta  mematikan AC .

Di kota-kota besar yang terletak di sepanjang sungai, seperti Shanghai, telah mematikan lampu tepi lautnya yang terkenal dan kota Luzhou mematikan lampu jalan di malam hari, dalam upaya untuk mengurangi tekanan pada jaringan listrik.

Menurut Kementerian Sumber Daya Air China.Curah hujan musim panas di lembah sungai Yangtze adalah yang terendah sejak pencatatan pada 1961. Demikian pula, gelombang panas regional yang berkelanjutan juga telah memecahkan semua rekor yang ada, menurut Pusat Iklim Nasional China.

Terburuk Setelah 500 Tahun

Baca Juga:Battle of Wits: Perang, Cinta, dan Pengkhianatan yang Menghancurkan Kota

Sementara itu Eropa juga mengalami kekeringan terburuk dalam 500 tahun terakhir.

Laporan Observatorium Kekeringan Eropa mengatakan bahwa 47 persen benua Eropa berada dalam kondisi peringatan, dengan defisit kelembaban tanah yang jelas, dan 17% benua berada dalam keadaan siaga, di mana vegetasi terpengaruh.

Menurut analisis awal dari Pusat Penelitian Gabungan Uni Eropa, dengan kondisi panas dan kering, memicu kebakaran hutan, mengurangi hasil panen serta mengurangi pembangkit listrik.

Suhu yang memecahkan rekor di Eropa musim panas kali ini telah mengganggu transportasi, membuat ribuan orang mengungsi, dan mengakibatkan ratusan kematian terkait panas. Panas juga memperburuk kebakaran hutan , yang semakin merusak dalam beberapa tahun terakhir. 

"Kombinasi kekeringan parah dan gelombang panas telah menciptakan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tingkat air di seluruh UE," kata Komisaris Inovasi Eropa, Mariya Gabriel dalam sebuah pernyataan.

"Kami saat ini memperhatikan musim kebakaran hutan yang masuk akal diatas rata-rata dan berdampak penting pada produksi tanaman," ujar dia.

Wilayah Eropa Barat-Mediterania kemungkinan akan mengalami kondisi yang lebih hangat dan kering dari biasanya hingga November, kata laporan itu.

Perubahan iklim telah membuat suhu tinggi dan kekeringan lebih intens dan meluas. Dan suhu malam hari yang lebih rendah yang biasanya memberikan kelegaan kritis dari hari-hari  yang panas menghilang saat planet ini menghangat.

Selain di China, laporan Observatorium Kekeringan Global tersebut memperingatkan bahwa situasinya memburuk oleh kekeringan di negara-negara Eropa di antaranya Italia, Spanyol, Portugal, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Luksemburg, Rumania, Hongaria, Serbia utara, Ukraina, Moldova, Irlandia, dan Inggris.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini