SuaraMalang.id - Seorang petani di Kabupaten Jember bernama Jumantoro protes rencana pemerintah mencabut subsidi pupuk untuk sejumlah komoditas. Ia memprotes dengan caranya sendiri.
Jumantoro, petani asal Desa Candijati Kecamatan Arjasa itu naik sepeda ontel sejauh 10 kilometer ke Gedung DPRD setempat sambil membawa sekantong pupuk ZA produksi Petrokimia Gresik, Rabu (10/08/2022).
Pupuk itu diserahkannya kepada Ketua Komisi B Siswono di ruang komisi. Ia meminta Siswono dan DPRD setempat agar memperjuangkan nasib petani dengan membatalkan pencabutan subsidi pupuk.
"Saya sengaja dari rumah naik sepeda ontel dengan membawa pupuk non subsidi," kata Jumantoro kepada Siswono dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com.
Baca Juga:Jatuh 'Dengan Gaya' di Jember Fashion Week, Model Ini Viral dan Tuai Pujian Dari Warganet
"Petani belum siap dengan pencabutan pupuk bersubsidi yang serta-merta oleh pemerintah," katanya menambahkan.
Jumantoro yang juga Ketua Asosiasi Petani Pangan Indonesia Jawa Timur ini meminta kepada pemerintah agar membatalkan rencana itu sebab bisa mengancam para petani tembakau.
Sebelumnya, pemerintah memangkas jumlah komoditas penerima pupuk subsidi dari 70 menjadi sembilan komoditas saja. Sembilan komoditas itu adalah padi, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi rakyat, dan kakao rakyat.
Selain itu pemerintah memangkas jenis pupuk yang disubsidi dari enam menjadi dua, yakni urea dan NPK (Nitrogen, Phospat, Kalium).
"Tolonglah, presiden, wakil rakyat, ketua partai politik, ormas-ormas yang selalu menggaungkan kepedulian kepada petani ternyata hanya sebatas lips service. Tidak ada wakil rakyat kita dari pusat sampai daerah yang pasang badan pada saat ada kebijakan yang merugikan petani," kata Jumantoro.
Jumantoro mengatakan, kebijakan tersebut mengancam kelangsungan petani tembakau. "Saya jamin ke depannya tembakau tidak akan menjadi daun emas, tapi menjadi daun yang bikin petani lemas," katanya.
Selain petani tembakau, petani hortikultura seperti petani semangka, jeruk, sayur-mayur juga akan sangat terdampak.
"Mbok yao, pemerintah pusat yang katanya profesor, ahli-ahli, dan mereka yang jargonnya peduli kepada masyarakat kecil, wong cilik, turunlah ke bawah," ujarnya.
"Petani sekarang kalau kata orang Madura, dek deje dek laok (ke utara, ke selatan, red) cari pupuk subsidi tidak dapat barangnya," keluh Jumantoro.
Jumantoro juga meyerukan kepada Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dan Kontak Tani Nelayan Andalan juga ikut bersuara lantang.
"Turun ke bawah, sampaikan apa adanya, sehingga kondisi riil di lapangan jadi referensi pengambilan kebijakan. Tidak asal-asalan," katanya.
Ia tidak mempermasalahkan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, tapi kenaikannya wajar agar kebutuhan petani masih bisa tercukupi.
"Kalau pupuk bersubsidi mau dicabut ya dicabut, tapi konsekuensinya pemerintah menjamin subsidi harga kepada petani," katanya.
"Jangan dilepas. Sektor pertanian yang hanya Rp 60 triliun dikurangi menjadi Rp 33 triliun. Katanya Indonesia tahan banting karena ada petani. Tapi sekarang petaninya pontang-panting," kata Jumantoro.
Pencabutan pupuk bersubsidi akan membuat biaya operasional meningkat dan berkonsekuensi pada penurunan hasil panen. Jika sudah demikian, Jumantoro memperkirakan, pemerintah akan mengandalkan impor produk pertanian.
"Yang untung importir. Kita bicara kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kalau kebijakannya seperti ini, saya jamin apa yang diinginkan pemerintah hanya akan jadi angan-angan. Bukan kemandirian pangan yang kita rasakan, tapi kehancuran pangan yang kita dapatkan," ujarnya.