Kisah Pasangan Pengamen Keroncong yang Viral Disorot Addie MS, Ternyata Tinggal di Batu

Ibu-ibu pengamen yang menyanyikan lagu rohani keroncong kemudian videonya viral di medsos ternyata domisili di Kota Batu, tepatnya di Jalan Dewi Sartika RT 04 RW 09 Kecamatan

Muhammad Taufiq
Selasa, 28 Desember 2021 | 17:56 WIB
Kisah Pasangan Pengamen Keroncong yang Viral Disorot Addie MS, Ternyata Tinggal di Batu
Pasangan pengamen keroncong di Kota Batu Jawa Timur [SuaraMalang/Bob Bimantara]

SuaraMalang.id - Ibu-ibu pengamen yang menyanyikan lagu rohani keroncong kemudian videonya viral di medsos ternyata domisili di Kota Batu, tepatnya di Jalan Dewi Sartika RT 04 RW 09 Kecamatan Temas.

Video ibu yang viral ini sampai menarik perhatian komposer ternama nasional, Addie MS. Di rumah kontrakannya itu, ibu bernama Rusmiati (55) tinggal bersama suaminya Eno Harianto (55).

Sudah lima tahun dia tinggal di rumah kontrakan tersebut. Pasangan Rusmiati dan Eno ini kaget saat tahu kabar bahwa rekaman video itu sampai menarik perhatian Addie MS.

Bahkan, saat tahu langsung ada cuitan dari Addie MS, mereka berdua sampai menangis.

Baca Juga:Viral Ibu-ibu Pengamen Keroncong yang Dicari Addie MS Ternyata Orang Malang

"Saya tahunya dari bos kafe saya. 'Mas Eno sampean dicari orang, Addie MS namanya, komposer terkenal' saya langsung heran. Kok baru sekarang gitu. Saya terharu sudah puluhan tahun saya jadi musisi baru kali ini diapresiasi," ujar dia ditemui di kontrakannya, Selasa (28/12/2021).

Eno menuturkan, dirinya secara personal memang belum terlalu kenal dengan Addie MS.

Namun, dia bangga bakatnya dan istri mampu diapresiasi oleh komposer yang merupakan bapak dari Keven Aprilio itu.

"Gak tahu saya baru tahunya sekarang itu. Saya dari kemarin itu saya tidak menyangka kok sampai segitunya ya. Dari kecil sampai tua kerjaannya kan gini mas. Saya itu sampai nangis, sangkinh senengnya," tutur dia.

Sementara itu, Rusmiati pun mengaku bangga pula atas perhatian Addie MS. Dia pun berharap atas perhatian Addie MS itu, dia dan suami mampu ditanggap banyak acara lagi.

Baca Juga:Hati-hati! Beredar Info Lowongan Palsu Tenaga Vaksinator di Puskesmas Kota Batu

Bukan tanpa alasan, harapannya begitu. Sebab, dari sejak awal menjadi musisi hingga kini dia belum punya rumah.

"Ya saya harap rumah jelek gitu gak papa. Pokoknya ada rumah. Soalnya saya sudah tua juga kalau saya sudah gak bisa jalan setidaknya saya gak kebebanan biaya kontrak," ujarnya.

Sementara itu, Rusmiati menuturkan, di video itu dia menyanyi lagu rohani berjudul 'Kesempatan'. Bu Im, sapaan akrabnya, mengingat, video itu direkam sekitar satu minggu lalu di Jalan Serayu Kota Malang.

"Iya waktu itu request orangnya. Lagu rohani. Jadi saya dan suami menyanggupi dan direkam itu saya tidak tahu. Pokoknya tujuan kami hanya menghibur," imbuh Bu Im.

Kisah Cinta Eno dan Bu Im Berawal dari Keroncong

Awal pertemuan mereka berdua adalah waktu keduanya di Surabaya sekitar 2013. Keduanya dulu masih punya suami sekaligus istri masing-masing.

Mereka hanya berteman saja dan rekan musisi. Eno sebagai pemetik Cello sementara Bu Im sebagai vokal dan juga ukulele.

"Namun waktu itu ibu (Bu Im) suaminya meninggal dan istri saya kebetulan juga meninggal. Akhirnya berteman dan cocok gak cek cok kebanyakan akhirnya menikah," tutur Eno.

Eno pun menuturkan tujuh tahun lalu, dia dan Bu Im memang sudah satu tim dalam band keroncong. "Dulu ada tujuh personel. Saya, Bu Im dan juga 5 personel lengkap," kata dia.

Biasnya dia mengamen dari kampung ke kampung di Surabaya. Sementara untuk akhir pekan dia diundang di Museum Angkut Kota Batu.

"Dua tahun itu begitu. Senin sampai Jumat di Surabaya minggu di Kota Batu sini. Selanjutnya habis itu saya pindah ke Kota Batu di kontrakan ini. Soalnya capek kan ke Batu dari Surabaya," imbuh dia.

Di Kota Batu itu, dia masih manggung di tempat rekreasi, Museum Angkut Kota Batu.

"Tapi kan weekend aja kalau sejak di Batu itu di museum. Kan gantian shift-shiftan. Kalau Senin sampai Jumat di Kota Malang. Biasanya di daerah Kecamatan Klojen, dari Jalan Bengawan Solo, sampai Stasiun Kota Baru dan Jalan Serayu," tutur dia.

Penghasilannya dari mengamen pun dirasanya cukup. Untuk seharinya, dia mampu meraup Rp 50 ribu dengan keliling di perkampungan Kota Malang. Sementara untuk di Museum Angkut Kota Batu mereka diupah Rp 400 ribu sekali tampil.

"Ya bisa lah buat bayar kontrakan. Malah lebih banyak kontrakannya daripada biaya makan saya," ujar dia.

Covid-19 pun menerjang di tahun 2020. Eno sempat kebingungan. Pintu rejeki mingguannya di Kota Batu sudah tertutup.

Untungnya, karena kualitas musik suami-istri itu bagus dan mampu menyanyikan setiap request dari penontonya, akhirnya, ada teman menyarankan Eno dan Bu Im untuk mengamen di dua kafe.

"Ya dikenalin sama pemilik kafe. Pertama di kafe Sumbergentong Pakis dan soto Cak Son. Pemiliknya itu baik-baik ke kami," tutur dia.

Akhirnya kini, mereka berdua pun mampu bangkit. Setidaknya biaya kontrakan perbulannya sudah bisa tertasi.

"Karena anak kan sudah gak kebebani. Semua sudah kerja. Anak saya empat dan sudah kerja semua," ujarnya.

Dari Dangdut Sampai Keroncong

Bu Im bercerita awal mulanya dia adalah penyanyi dangdut. Sudah sejak kelas dua SD dia sudah dari panggung ke panggung di Jember tempat kelahirannya.

Dia menjadi penyanyi dangdut hingga berumur 30-an awal.

Waktu itu dia merasa sudah tidak pantas dirinya yang berumur untuk menyanyikan lagu dangdut.

"Kan harus energetik. Dan saya waktu itu sudah tua kayak ndak pantas akhirnya saya banting setir ke Keroncong," paparnya.

Dalam perpindahan genre musik itu, Bu Im mengakui ada tantangan. Dia harus belajar lagi. Dia harus mendengarkan musik-musik keroncong dari musisi seperti Soendari Soekoco, Waldjinah, dan Gesang.

"Saya otodidak. Dengarkan itu semua. Ya ada tantangannya harus panjang nafasnya dan dimerdu-merdukan begitu. Saya belajar juga ke musisi di Surabaya dulu," tutur dia.

Sementara itu, Eno menuturkan hal yang sama. Awal menjadi musisi dia juga mengawalinya sebagai pengiring orkes dangdut.

"Tapi pas umur 25 itu saya berhenti. Dan buka jasa pijat. Tapi karena rasa seninya tinggi paling ya jadi musisi lagi dan pindah ke keroncong," ujarnya.

Alasan perpindahannya sendiri, dari musisi dangdut ke keroncong dikarenakan dia memang suka nada-nada dan ketukan keroncong.

"Saya kan sebagai pekerja seni harus luas. Jadi saya merambah semua musik dan saya suka keroncong ini karena ketukannya dan iramanya," tutur dia.

Pria kelahiran Kediri itu pun mengaku menikmati menjadi musisi musik keroncong. Namun, dia mengakui bahwa pekerjaannya ini memang tidak profit.

"Tapi sekali lagi karena cinta dan jiwa seni ini saya tetap bangga menjadi musisi keroncong," ujarnya.

Kontributor : Bob Bimantara Leander

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini