Penyebar Bisa Dijerat UU ITE Meski Bukan Pembuat Hoaks, Begini Penjelasan Lengkapnya

Maka, netizen jangan sekalipun sekadar iseng namun tidak mampu membedakan mana info yang benar dan hoaks.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Selasa, 05 Oktober 2021 | 13:30 WIB
Penyebar Bisa Dijerat UU ITE Meski Bukan Pembuat Hoaks, Begini Penjelasan Lengkapnya
ilustrasi hoaks, ilustrasi hoax, UU ITE. [Envato Elements]

Agar netizen, terutama anak muda tidak terjebak info hoaks, Koordinator Nasional Japelidi Dr. Novi Kurnia memberikan tips untuk membedakan antara informasi akurat dan hoaks di media sosial agar warganet tidak langsung menyebarkan pesan itu kepada sesama netizen.

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyebutkan tiga cara membedakan informasi akurat dan tidak: analisis, verifikasi, dan evaluasi.

Warganet perlu melakukan analisis dengan selalu waspada terhadap informasi yang berlebihan dan provokatif, misalnya ada huruf kapitalnya, banyak tanda seru, ada perintah viralkan, ataupun ada pernyataan katanya A dan B yang belum jelas siapa.

Biasanya, kata Novi, "too good to be true" (terlalu bagus untuk menjadi kenyataan) maupun "too bad to be true" (terlalu buruk untuk menjadi kenyataan). Ini perlu diwaspadai karena sering enggak masuk akal.

Baca Juga:Satpam Dipecat Gegara Foto Bendera HTI di Ruang Pegawai Ternyata Hoaks, Ini Kata KPK

Tips kedua adalah verifikasi, yakni membandingkan informasi dengan informasi lain, kemudian melakukan cek fakta dan periksa kebenaran informasi, baik secara manual (melakukan sendiri di mesin pencari) maupun menggunakan beberapa situs cek fakta, seperti cekfakta.com dan berbagai situs cek fakta dari pemerintah, media, dan organisasi masyarakat.

Tips ketiga adalah evaluasi. Netizen perlu memastikan sekali lagi bahwa selain soal akurat, informasi tadi bermanfaat dan juga tidak berisiko. Misalnya, etis atau tidak? Melanggar hukum atau tidak? Menyerempet SARA atau tidak? Berbagai pertimbangan sosial budaya hukum lainnya.

Kalau menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), warganet terancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah (vide Pasal 45A UU No. 19/2016).

Tol Langit

Literasi digital ini sangat penting di tengah Pemerintah membangun tol langit atau proyek jaringan serat optik yang mengupayakan pemerataan kualitas internet di seluruh daerah Indonesia, termasuk wilayah timur, dengan kualitas yang merata, tanpa adanya kesenjangan.

Baca Juga:Viral Satpam Dipecat karena Foto Bendera 'HTI' di Ruang Kerja Pegawai, KPK Pastikan Hoaks

Soal infrastruktur digital ini juga disinggung oleh Tenaga Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kominfo Devie Rahmawati pada acara peluncuran perdana program pemberdayaan pemuda di wilayah timur Indonesia sebagai agen literasi digital itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini