“Setidaknya, ada perbedaan elevasi 10 meter antara permukaan tanah di kota dengan dasar sungai di sekelilingnya. Artinya, masih ada perbedaan yang cukup untuk mengalirkan air dari drainase ke sungai," urainya.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya Malang, Adi Susilo menjelaskan, bahwa sempadan sungai bukan lah hak manusia, lantaran ruang yang harus menjadi hak sungai. Pembangunan yang dilakukan di kawasan tersebut biasanya dilakukan pengurukan tanah agar padat. Namun, hal itu sangat berisiko.
"Tentu, sempadan yang digunakan sebagai pemukiman maupun aktivitas lain seperti hotel dan apartemen juga menjadi sangat rawan longsor. Untuk itu, aturan batas sempadan harus dipatuhi dan kearifan lokal juga perlu diperhatikan. Warning dari alam juga perlu diwaspadai agar bencana bisa dihindari," jelasnya.
Adi Susilo juga mengingatkan pentingnya koordinasi antar instansi, tujuannya agar ada langkah yang sinergis dalam penanganan bencana. khususnya di sempadan sungai.
Baca Juga:Lima Petugas Damkar Kabupaten Malang Diserang Tawon Vespa
"Masyarakat yang menggunakan sempadan tetap mendapat aliran listrik dari PLN. Jika memang daerah terlarang untuk bangunan, seharusnya izin tidak keluar. Sehingga, proses pemberian listrik juga tidak diberikan," pungkasnya.