Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Jum'at, 17 Mei 2024 | 19:03 WIB
Ilustrasi aksi jurnalis. [dok.AJI Palembang]

SuaraMalang.id - Puluhan jurnalis beraksi dengan cara berjalan mundur di bundaran depan Gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada Kamis (16/5/2024).

Mereka yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak draf RUU Penyiaran yang memuat pasal pelarangan penayangan jurnalisme investigasi.

Sekretaris IJTI Tapal Kuda, Mahfud Sunarji, mengatakan bahwa aksi jalan mundur ini sebagai simbol bahwa kebebasan pers yang telah diamanatkan oleh UU nomor 40 tahun 1999 akan menjadi tidak berguna jika revisi RUU tentang Penyiaran disahkan.

"Jadi kami jalan mundur sebagai bentuk kritik terhadap pemangku kebijakan agar kelestarian kebebasan pers tetap terjaga," ujarnya.

Menurut Mahfud, beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran yang sudah masuk di Badan Legislasi DPR RI berpotensi melarang penayangan hasil peliputan investigasi.

"Tentu ini jelas mengancam kebebasan pers terhadap jurnalis investigasi. Itu jadi poin utama yang harus kami tolak," ucapnya.

Mahfud juga menyoroti bahwa jika draf RUU Penyiaran disahkan, akan berpotensi memberangus peran Dewan Pers sebagai lembaga independen yang menyelesaikan sengketa pemberitaan.

"Peran Dewan Pers bisa digantikan oleh lembaga lain untuk mengoreksi dan menyelesaikan sengketa pers. Kalau itu terjadi, akan ada tumpang tindih UU Pers dengan UU Penyiaran," imbuhnya.

Andi Saputra, anggota AJI Kota Jember, menambahkan bahwa pasal dalam RUU Penyiaran ini perlu ditolak karena dapat membatasi kerja jurnalistik investigasi dan sangat bertentangan dengan semangat kebebasan pers yang merupakan buah reformasi.

"Revisi tersebut tidak saja mengancam kebebasan pers tetapi juga merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi yang berkualitas," katanya.

Lebih lanjut, Andi mengatakan bahwa jika DPR RI tetap memasukkan pasal pelarangan penayangan investigasi dalam revisi RUU tersebut, akan memperkuat penguasa yang diduga alergi terhadap oposisi.

"Ini akan menghilangkan kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah," urainya.

Andi mendesak DPR RI untuk meninjau ulang draf revisi RUU Penyiaran dengan menghapus pasal yang berpotensi melanggar kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.

"Serta melibatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu beririsan," desaknya.

Sutrisno, orator dari PWI Jember, menambahkan bahwa pasal larangan pers untuk menayangkan hasil liputan investigasi dalam draf revisi RUU Penyiaran sangat tendensius.

"Kekuasaan sepertinya merasa terganggu dengan pemberitaan investigasi dan ingin mengekang pers lewat revisi UU Penyiaran," katanya.

Menurut Sutrisno, banyak kasus korupsi di negeri ini yang terbongkar melalui liputan investigasi.

"Elit-elit yang korup dan belum terbongkar ketakutan. Maka mereka ingin membungkam pers lewat revisi UU Penyiaran. Laju revisi UU Penyiaran harus dihentikan sekarang juga. Supaya pers benar-benar bebas sebagai nyawa yang menghidupi demokrasi dan menyelamatkan NKRI dari korupsi," jlentrehnya.

Aksi ini menyoroti pentingnya menjaga kebebasan pers dan menolak upaya-upaya legislasi yang dapat membatasi peran jurnalis dalam mengungkap kebenaran dan menjaga transparansi pemerintahan.

Kontributor : Elizabeth Yati

Load More