SuaraMalang.id - Fenomena kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini tidak hanya meresahkan masyarakat dari sisi ekonomi, tetapi juga mengundang diskusi mendalam mengenai implikasi sosiologi dan budaya.
Sebagai komoditas pangan utama yang menduduki posisi sentral dalam kehidupan masyarakat Indonesia, beras membawa makna simbolis dan nilai budaya yang mendalam.
Prof Dr Phil Toetik Koesbardiati, Pakar Paleoantropologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), menyoroti bahwa fenomena kenaikan harga beras mencerminkan dinamika sosial yang kompleks.
"Ketergantungan masyarakat pada beras bukan hanya sebagai sumber karbohidrat utama, tetapi juga sebagai indikator status sosial. Konsumsi dan pengelolaan beras mencerminkan kelas sosial dalam masyarakat," ujarnya, dikutip hari Minggu (17/3/2024).
Prof Koesbardiati menjelaskan bahwa asal-usul penyebaran bahan pokok di Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia yang membawa pengetahuan tentang kultivasi padi dari Asia Timur ke Nusantara.
Selain padi, masyarakat Indonesia juga mengenal sumber karbohidrat non-beras seperti sagu dan umbi-umbian, namun beras tetap mendominasi konsumsi masyarakat.
Urgensi dan kedudukan beras dalam sejarah Indonesia mencerminkan usaha menuju swasembada beras yang menjadi fokus pembangunan jangka panjang negara.
"Beras juga menjadi simbol hubungan sosial, yang terlihat dalam berbagai tradisi dan ungkapan yang mengacu pada beras sebagai sumber kehidupan," tambah Prof Koesbardiati.
Menghadapi kenaikan harga beras dan tantangan swasembada, muncul inisiatif yang mengusulkan kembali konsep paleo diet sebagai alternatif konsumsi makanan.
Baca Juga: Polres Malang Gerebek Gudang Repacking Beras Bulog Jadi Beras Premium
Konsep ini mengadaptasi pola makan manusia prasejarah dengan mengandalkan bahan minim lemak dan proses memasak sederhana, melalui penggunaan biji-bijian dan umbi-umbian.
Kesadaran akan pentingnya diversifikasi konsumsi pangan di tengah ketergantungan pada beras menjadi kunci dalam menghadapi kenaikan harga beras dan menjaga ketahanan pangan nasional.
"Perlu adanya upaya bersama untuk meningkatkan apresiasi terhadap bahan pokok alternatif dan mengurangi ketergantungan pada beras," tutup Prof Koesbardiati.
Kontributor : Elizabeth Yati
Berita Terkait
-
Polres Malang Gerebek Gudang Repacking Beras Bulog Jadi Beras Premium
-
Polres Malang Gerebek Gudang Penjualan Beras Premium Palsu di Tumpang
-
Modus Operandi Licik! Gudang di Malang Jual Beras Bulog Jadi Premium
-
Beras SPHP Menghilang dari Pasar di Kota Malang, Bulog Ungkap Penyebabnya
-
Viral Aksi Buang dan Hamburkan Beras saat Orasi di Depan Anggota DPRD Jember
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Kronologi Kecelakaan Maut Toyota Hiace vs Truk di Tol Malang-Pandaan, 2 Orang Tewas dan 10 Luka!
-
Viral Kisah Guru Mengajar Satu Murid di SD Malang, Netizen Terenyuh: Sama-sama Hebat!
-
Libur Natal 2025, Penumpang Bandara Abdulrachman Saleh Malang Diprediksi Melonjak hingga 20 Persen
-
2 Ibu-ibu di Malang Tertimpa Pohon Beringin Tumbang Saat Cuci Baju, Seorang Tewas
-
Banjir Malang Dipicu Endapan Sampah hingga Bozem Meluap, Ini Penjelasan Wali Kota