SuaraMalang.id - Sidang lanjutan praperadilan JE, tersangka kasus dugaan pencabulan pada SDS, alumni SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang, Jawa Timur menghadirkan dua saksi ahli.
Saksi ahli yang dihadirkan pada persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya forensik, Rabu (19/1/2022), yakni dari Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya Abdul Azis dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Profesor Nur Basuki Winarno.
Sidang ini dipimpin Hakim tunggal Martin Ginting.
Abdul Azis mengatakan durasi visum et repertum dalam perkara kekerasan seksual maksimal dilakukan dalam tempo satu pekan setelah kejadian, sebab untuk memastikan keotentikan hasil visum dengan relevansi durasi waktu kejadian kekerasan seksual.
"Maksimal satu minggu (setelah kejadian) kalau tidak ada komplikasi," katanya seperti diberitakan Antara.
Ia melanjutkan, fungsi dari visum et repertum untuk mengetahui beberapa kondisi alat kelamin. Apakah alat kelamin itu melakukan hubungan seksual dengan kekerasan atau memang alat kelamin itu kerap melakukan aktivitas hubungan seksual.
Sementara ahli hukum dair Universitas Airlangga, Profesor Nur Basuki Winarno menerangkan hasil visum et repertum dapat dijadikan alat bukti dalam suatu perkara tindak pidana apabila memiliki relevansi dengan perkara tersebut.
Dijelaskannya, terdapat perdebatan terkait hasil visum digolongkan sebagai bukti surat atau masuk dalam kategori alat bukti keterangan ahli.
Menurutnya, penyidik harus memilih salah satu di antara keduanya karena hasil visum masih tergolong alat bukti subjektif yang perlu diketahui relevansinya dengan petunjuk maupun alat bukti lain.
Baca Juga: Sidang Praperadilan JE, Polda Jatim Bantah Semua Dalil Tersangka Pelecehan Seksual SPI
"Boleh salah satu (dijadikan alat bukti), namun tidak boleh dua-duanya," kata dia.
Soal dugaan kejadian pencabulan yang diklaim dilakukan pada 2008 hingga 2018 namun baru dilakukan visum pada 2021, ahli menegaskan bahwa hasil visum itu sudah tidak memiliki relevansi.
"Kalau (visum) dibuat dalam durasi tempo yang jauh (dengan kejadian) maka visum itu tidak ada relevansinya," kata ahli.
Namun, untuk menentukan relevan atau tidaknya hasil visum itu yang menentukan adalah hakim, termasuk hakim dalam perkara praperadilan.
Menurut Basuki, dalam sidang praperadilan, hakim yang akan menguji hasil visum itu memiliki relevansi untuk dijadikan sebagai alat bukti suatu tindak pidana.
"Untuk mencari hubungan klausal sebab akibat, praperadilan juga untuk menguji relevansi alat bukti yang diajukan penyidik," tandas ahli.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Kapan Operasi Zebra Semeru 2025? Ini Penjelasan Polres Malang
-
BRI Cetak Pertumbuhan Positif Berkat Fokus pada Pemberdayaan UMKM
-
Kasus Bullying di Sukun Gegerkan Publik, Pemkot Malang Turun Tangan!
-
BRI Hadirkan Layanan di 80% Desa Lewat AgenBRILink, Dukung Ekonomi Kerakyatan Sampai Wilayah 3T
-
Polresta Malang Kota Selidiki Kasus Perundungan Anak di Jalur Pemakaman, Video Viral di Medsos