SuaraMalang.id - Sidang pemeriksaan keterangan saksi terhadap terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E turut menghadirkan empat ajudan Ferdy Sambo. Sidang perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J itu digelar pada Senin (31/10/2022) kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Keempatnya--Adzan Romer, Prayogi Iktara, Daden Miftahul Haq, serta Farhan Sabilah--memberikan kesaksian pada persidangan. Salah satunya, Daden, mengaku melihat Sambo berjanji akan membela Bharada E usai peristiwa penembakan terhadap Brigadir J pada 8 Juli lalu.
"Yang saya dengar, dia (Ferdy Sambo) megang Richard dan mengatakan 'Tenang saja, Chad, saya akan membela kamu walaupun pangkat dan jabatan taruhannya,'" ujar Daden di persidangan.
Janji itu, kata Daden, diucapkan Sambo kepada Bharada E sambil merangkul dengan tangan kirinya di garasi rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga usai peristiwa penembakan Brigadir J.
Sementara itu, Romer mengaku sempat menodongkan senjata yang sudah dikokangnya kepada Sambo usai mendengar adanya lima tembakan dari rumah Duren Tiga ketika berpapasan dengan Sambo, yang hendak keluar saat ia ingin masuk ke dalam rumah melawati garasi menuju pintu dapur.
"Setelah sampai situ bapak tiba-tiba keluar. Bapak keluar, saya kaget, saya angkat senjata," ujarnya.
Romer mengatakan, Sambo, yang dalam keadaan tangan kosong, kemudian mengangkat tangan sambil berkata kepadanya bahwa Putri Candrawathi berada di dalam rumah.
Ia mengaku pula sempat disikut Sambo ketika masuk lagi ke dalam rumah sambil berkata, "Kalian tidak bisa jaga Ibu (Putri Candrawathi)" dengan nada keras dan membentak.
Sebelumnya kejadian tersebut, Romer mengaku memergoki senjata jenis HS berkaliber 9 mm jatuh dari tangan Sambo dan bukan berjenis Glock-17, usai turun dari mobil yang ia antarkan menuju rumah Duren Tiga.
"Setelah turun, sekitar selangkah, dua langkah senjata jatuh. Saya sebagai ADC (Aide de Camp/ajudan) mau ambil senjata, pas saya mau ambil sudah keduluan," katanya.
Romer menjelaskan, Sambo memungut senjata HS tersebut dengan tangan yang memakai sarung tangan hitam, lalu memasukannya ke dalam saku celana kanan pakaian dinas lengkap (PDL) yang dikenakannya.
Bahkan, Romer mengaku mendapat draf BAP yang sudah disiapkan saat diperiksa oleh penyidik Polres Jakarta Selatan dan berlangsung di Gedung Divisi Propam Polri.
Untuk itu, ia mengakui ada keterangan yang diberikannya dalam BAP berbeda dengan keterangan yang diberikan dalam kesaksian di persidangan.
"Sudah ada pertanyaan yang sudah ada jawaban, begitu?" tanya JPU.
"Kurang lebih seperti itu, Pak," jawab Romer.
Salah satu cerita yang sudah diskenariokan dalam BAP, kata Romer, adalah, ia tidak mendengar bunyi tembakan dari rumah dinas Sambo. Ia lalu disuruh menandatangani BAP tersebut.
Romer sendiri mengaku merasa terancam ketika memberikan kesaksian dalam BAP dan takut dengan Sambo. Hal tersebut diungkapkannya ketika ditanya oleh penasihat hukum Bharada E Ronny Talapessy soal ada tidaknya ancaman yang ditujukan ke Romer dan keluarga.
"Siap, takut (dengan Sambo)," tegas Romer.
Selain itu, Romer juga mengaku sempat dipasangi alat perekam saat memberikan kesaksian ketika proses penyidikan oleh Bareskrim Polri.
Prayogi juga mengatakan hal serupa. Pada saat memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP), kata dia, sudah ada draf BAP yang disiapkan.
"Kalian di sini menyatakan bahwa pada saat diperiksa di Polres Jaksel sudah ada draf BAP yang diketik atau ditulis?" tanya jaksa penuntut umum (JPU).
"Soalnya kita ditanyakan hanya seputaran kejadian saja," jawab Prayogi. [ANTARA]