Tragedi Kanjuruhan Terindikasi Pembunuhan Massal, Aremania Tuntut Penyelidikan Kejahatan HAM

Tim Pencari Fakta yang dibentuk Tim Gabungan Aremania menyatakan Tragedi Kanjuruhan adalah pembunuhan massal dengan gas air mata.

Muhammad Taufiq
Sabtu, 15 Oktober 2022 | 14:51 WIB
Tragedi Kanjuruhan Terindikasi Pembunuhan Massal, Aremania Tuntut Penyelidikan Kejahatan HAM
Aremania kembali soroti Tragedi Kanjuruhan Malang [SuaraJatim/Aziz Ramadani]

SuaraMalang.id - Tim Pencari Fakta yang dibentuk Tim Gabungan Aremania menyatakan Tragedi Kanjuruhan adalah pembunuhan massal dengan gas air mata. Maka, peristiwa pada 1 Oktober 2022 itu terindikasi sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Federasi KontraS Andi Irfan menjelaskan, Tim Pencari Fakta dari Tim Gabungan Aremania telah mengumpulkan sejumlah bukti dan mengambil keterangan dari berbagai pihak, yakni saksi peristiwa, korban dan keluarga korban, Panitia Penyelenggara (Panpel) Pertandingan, petugas keamanan dalam pertandingan, Manajemen Arema FC dan sejumlah pihak lain termasuk ahli kesehatan dan forensik.

Beberapa fakta yang terkumpul, yakni sebelum pertandingan telah terjadi rapat koordinasi sebanyak empat kali antara Kepolisian, panpel, Manajemen Arema FC, Aremania dan pihak-pihak terkait.

Dalam rapat koordinasi ini, ada beberapa poin penting yang dibahas, terutama agar tidak ada represi atau kekerasan kepada suporter Aremania dari pihak aparat keamanan dan tidak ada penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan.

Baca Juga:Diduga Ada Kejahatan Sistematik, TPF Aremania Minta Komnas HAM Bentuk Tim Penyelidik Tragedi Kanjuruhan

Namun, pada pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, sejak awal personel Brimob dan sejumlah personel Sabhara Polres Malang yang ditempatkan di lokasi pertandingan telah dipersenjatai dengan gas air mata.

“Personel Brimob diduga menggunakan multi-smoke projectile yang satu selongsong bisa meletuskan sampai lima proyektil, dan personil Sabhara diduga menggunakan gas air mata single amunisi,” jelas Andi Irfan dalam jumpa persnya di Posko Tim Gabungan Aremania, Jumat (14/10/2022).

Personel Brimob pertama kali menembakkan pertama kali gas air mata pada jam 22.08 yang diarahkan ke tribun selatan. Dan selanjutnya secara bertubi-tubi, tembakan dilakukan sebanyak setidaknya 11 kali oleh tujuh orang yang berbeda. Penembakan berakhir pada jam 22.15

“Saksi dan video rekaman menunjukkan bahwa personil Brimob dan Sabhara melakukan tindak kekerasan atas sepengetahuan perwira Polisi yang memimpin di lapangan,” ujarnya.

Selain itu, masih kata Andi Irfan, terdapat 32 CCTV dari 16 gate di Stadion Kanjuruhan yang merekam kejadian mematikan di sejumlah gate di tribun selatan.

Baca Juga:Iwan Bule Terharu FIFA & AFC Turun Gunung, Netizen: Kurangi Narsisnya Pak!

“Artinya fakta-fakta yang terjadi telah terekam dalam CCTV yang saat ini telah berada,” jelasnya.

Dari temuan-temuan ini Tim Gabungan Aremania menyimpulkan tragedi di Stadion Kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022 bukanlah kerusuhan, tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personel Polri dan TNI secara terstruktur dan sistematis sesuai rantai komando.

Bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personel Brimob dan Sabhara yang diduga kuat di bawah perintah perwira di lapangan dan sepatutnya diduga dibawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim.

“Penyebab kematian yang utama para korban adalah diduga kuat karena gas air mata. Selain bahwa juga karena berhimpitan, berdesakan sesama penonton dan beragam bentuk kekerasan yang lain,” urainya.

Maka, tindak kekerasan aparat keamanan telah memenuhi unsur tindak pidana penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP dan pasal 338 KUHP.

“Tindakan aparat keamanan dalam peristiwa ini menunjukkan tindakan yang serangan yang meluas atau sistematik oleh aparat keamanan kepada penduduk sipil, adalah pidana Kejahatan Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” jelasnya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, pihaknya menuntut Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan Pro Justisia atas dugaan kejahatan kemanusiaan dalam tragedi 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan.

Dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh oleh Divisi Propam Polri kepada seluruh personel di lapangan dan perwira polisi yang bertanggung jawab, termasuk Kapolda Jatim yang berwenang saat tragedi ini terjadi. Dilakukan otopsi atas semua korban luka dan meninggal dalam tragedi ini.

“Negara wajib memulihkan kesehatan dan kerugian materiil dan immatreriil seluruh korban,” pungkasnya.

Kontributor : Aziz Ramadani

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini