Tak lama berselang, pintu besi Gate 13 akhirnya dibuka dan para suporter berebut keluar. Fathur dan beberapa orang mencoba membantu dari luar.
"Banyak perempuan dan anak-anak waktu itu," katanya.
Saat itu, ia berusaha membantu beberapa suporter yang terkapar di sekitar Gate 13. Air yang dimilikanya pun digunakan untuk mengusap wajah para korban.
Suasana kian kacau, tatkala erangan ratusan suporter di sekitar kedai dan gate 13 makin menjadi. Terlebih lagi, air untuk membasuh wajah para suporter di kedainya sudah habis.
Baca Juga:Kengerian di Pintu 13 Oleh Sulastri: Sang Suami Berkorban Demi Cucu (Part 2)
Akhirnya beberapa orang dari suporter tersebut dilarikan ke rumah sakit dengan kendaraan seadanya. Bahkan saat itu, beberapa rekan dari suporter juga berebut mobil untuk membawa korban ke rumah sakit.
"Waktu itu sudah ada yang meninggal di luar, tapi langsung di bawa petugas," ungkap Fathur.
Dalam ingatannya, banyak suporter yang dimasukan di dalam kedainya, sehingga kedai miliknya layaknya barak kesehatan di Medan pertempuran.
Kondisi pada waktu itu masih cukup ramai dengan erangan-erangan suporter yang tergeletak di dalam dan di luar kedai. Fathur bahkan sempat menggoyang-goyang tubuh beberapa suporter yang tak sadarkan diri.
Usai membantu para korban dengan cara yang mereka bisa, Fathur dan Anis akhirnya memutuskan menutup kedainya setelah korban di sekitar kedai dan Gate 13 berkurang.
***
Gas air mata yang ditembakan ke arah tribun di Stadion Kanjuruhan usai pertandingan Super Derbi Jatim, Arema Malang Vs Persebaya pada Sabtu malam itu tak pernah dibayangkan Diah.
Perempuan yang membuka usaha warung di sekitar Stadion Kanjuruhan itu tak menyadari, jika malam itu akan tercatat dalam sejarah paling kelam sepak bola Indonesia.
"Penuh banget di sini kemarin mas," kata Diah saat ditemui Suara.com beberapa waktu lalu.
Warung yang menjadi tempat bergantungnya hidup Diah itu berada tepat di bawah tribun, berjarak sekitar 100 meter dari ruang VIP. Ukurannya tak besar, hanya satu petak. Berukuran sekitar 6x9 meter persegi saja. Di warung itu, Diah tinggal bersama seorang anak perempuannya yang sudah remaja.
Malam itu, Diah menceritakan, suasana di luar stadion sangat kacau. Melihat gelagat itu, secepat kilat ia menutup warungnya. Namun, beberapa suporter Arema memohon kepadanya untuk bisa berlindung di dalam warung lantaran sudah tak tahan dengan gas air mata dari dalam stadion.