SuaraMalang.id - Erupsi Gunung Semeru meluluhlantakkan lahan pertanian warga di Desa Sumbersari, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang.
Lahan sekitar 25 hektar di kaki Gunung Semeru itu kini jadi lautan abu vulkanik yang masih panas dan mengeluarkan asap.
Diceritakan salah satu warga Dusun Sumbersari Umbulan, Poniri di sekitar aliran lahar dingin Gunung Semeru 2021 ini sebenarnya hanyalah sungai kecil.
"Dan mayoritas semuanya itu dari sini sampai kaki gunung Semeru itu semua lahan pertanian milik warga sekitar," katanya, Rabu (8/12/2021).
Baca Juga:Begini Penampakan Lahan Pertanian Terdampak Letusan Gunung Semeru
Pada tahun 2020 saat erupsi Gunung Semeru lalu aliran lahar itu dibagi menjadi dua. Pertama, yakni di sungai kecil yang mengaliri pertanian warga.
"Sementara yang utama itu di sana, dekat Curah Koboan dan dalam itu sungainya. Lah sekarang itu bisa ke sini semua," kata dia.
Status lahan pertanian itu sendiri bukanlah milik Perhutani. Namun, kata Poniri semua lahan pertanian itu pemiliknya mengantongi sertifikat resmi.
"Jadi itu tersertifikasi mas. Bukan milik Perhutani tapi tanah yang dipajak milik warga sendiri," tutur dia.
Kini, Poniri pesimis jika lahan pertanian yang jadi hamparan abu vulkanik itu pun ditanami lagi dalam waktu dekat.
Baca Juga:Pemerintah Berencana Merelokasi Rumah Warga Terdampak Letusan Gunung Semeru
"Itu sudah gak bisa ditanami lagi mas pasti ada lahar lagi lanjutan itu Semeru saja udah gundul. Saya gak mau juga kalau nanam lagi takut hangus lagi," kata dia.
Untuk itu, pemilik lahan pertanian yang terdampak satu hektar itu pun menjelaskan, dirinya akan merantau untuk pekerjaan barunya.
"Ya kami kan mengandalkan pertanian ini. Mayoritas ya milik warga Dusun Sumbersaei Umbulan sini. Kalau sudah kayak gini merantau. Tapi yang penting mas sekarang ada tempat tinggal dulu," tutur dia.
Sementara itu, dia juga pesimis pemerintah daerah akan mengganti rugi atas hal yang dialaminya itu.
"2020 yang kena erupsi saja gak ada ganti rugi apalagi sekarang," kata dia.
Terpisah, Kepala Desa Supiturang, Nurul Yakin membenarkan. Lahan pertanian yang terdampak itu adalah milik warganya.
"Kalau ditaksir, sekitar loh ya mas, yang terdampak di situ ada 20 hektare. Kami belum mendata," kata dia.
Warga menanami lahan pertaniannya dengan cabai, kubis, hingga padi.
"Dan yang terdampak itu adalah bersertifikat milik warga saya sendiri," ujar dia.
Nurul menjelaskan, memang lahan pertanian itu tidak bisa ditanami lagi.
Kemungkinan, jika abu vulkanik yang saat ini masih panas jadi dingin, warga akan mengalihfungsikan sebagai tambang pasir.
"Masyarakat merasa kesusahan atas hal itu. Kemungkinan itu nantinya kalau udah dingin akan diambil pasirnya oleh warga," ujar dia.
Dengan sudah hilangnya tanda lahan milik siapa, Nurul pun kini sedang melakukan pendataan pemilik lahan.
Kepala Dusun hingga ketua RT dikerahkan untuk melakukan pendataan siapa saja pemilik lahan pertanian sekaligus luasannya.
"Supaya nanti yang ngambil pasir itu yang berhak ya pemiliknya. Tapi yang dipekerjakan itu bebas siapa aja," tutup dia.
Kontributor : Bob Bimantara Leander