Penyebar Bisa Dijerat UU ITE Meski Bukan Pembuat Hoaks, Begini Penjelasan Lengkapnya

Maka, netizen jangan sekalipun sekadar iseng namun tidak mampu membedakan mana info yang benar dan hoaks.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Selasa, 05 Oktober 2021 | 13:30 WIB
Penyebar Bisa Dijerat UU ITE Meski Bukan Pembuat Hoaks, Begini Penjelasan Lengkapnya
ilustrasi hoaks, ilustrasi hoax, UU ITE. [Envato Elements]

SuaraMalang.id - Meski bukan pembuat konten hoaks, warganet bisa dijerat hukum berdasar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Maka penting agar netizen mengenali info yang benar dan palsu (hoax) di media sosial agar tidak berurusan dengan penegak hukum.

Dijelaskan, bahwa netizen yang menyebarkan konten hoaks ini telah diatur dengan tegas dalam Pasal 28 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.

Ancaman hukuman terhadap setiap warganet yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah (vide Pasal 45A UU No. 19/2016).

Maka jangan sekalipun sekadar iseng namun tidak mampu membedakan mana info yang benar dan hoaks.

Baca Juga:Satpam Dipecat Gegara Foto Bendera HTI di Ruang Pegawai Ternyata Hoaks, Ini Kata KPK

Pegiat literasi digital yang tegabung dalam Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi) melakukan riset yang menunjukkan literasi digital anak-anak muda masih rendah.

Menurut Angie Mizeur (Public Affairs Officer, U.S. Consulate General Surabaya) fenomena di dunia, termasuk di Amerika Serikat. Anak-anak masih sulit membedakan informasi yang benar dan disinformasi.

MyAmerica Surabaya senang sekali berkolaborasi dengan Japelidi yang membuka secara resmi kegiatan penguatan kecakapan digital untuk kaum muda Indonesia bagian timur (Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan) selama 6 bulan, sejak 15 September 2021 dan akan berakhir pada tanggal 28 Februari 2022.

Staf Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI) I Gusti Agung Putri Astrid Kartika menilai anak muda sering kali melihat keluar (budaya luar) dan cenderung ingin meniru budaya mereka sehingga mereka tidak jarang terjebak informasi palsu.

"Padahal, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Hal ini justru yang harus digali untuk disebarluaskan," kata I Gusti Agung Putri Astrid Kartika di hadapan 135 peserta pada peluncuran perdana program pemberdayaan pemuda di Indonesia wilayah timur sebagai agen literasi digital secara daring (online), mengutip dari Antara, Selasa (5/10/2021).

Baca Juga:Viral Satpam Dipecat karena Foto Bendera 'HTI' di Ruang Kerja Pegawai, KPK Pastikan Hoaks

Tips Lolos dari Penjara

Agar netizen, terutama anak muda tidak terjebak info hoaks, Koordinator Nasional Japelidi Dr. Novi Kurnia memberikan tips untuk membedakan antara informasi akurat dan hoaks di media sosial agar warganet tidak langsung menyebarkan pesan itu kepada sesama netizen.

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyebutkan tiga cara membedakan informasi akurat dan tidak: analisis, verifikasi, dan evaluasi.

Warganet perlu melakukan analisis dengan selalu waspada terhadap informasi yang berlebihan dan provokatif, misalnya ada huruf kapitalnya, banyak tanda seru, ada perintah viralkan, ataupun ada pernyataan katanya A dan B yang belum jelas siapa.

Biasanya, kata Novi, "too good to be true" (terlalu bagus untuk menjadi kenyataan) maupun "too bad to be true" (terlalu buruk untuk menjadi kenyataan). Ini perlu diwaspadai karena sering enggak masuk akal.

Tips kedua adalah verifikasi, yakni membandingkan informasi dengan informasi lain, kemudian melakukan cek fakta dan periksa kebenaran informasi, baik secara manual (melakukan sendiri di mesin pencari) maupun menggunakan beberapa situs cek fakta, seperti cekfakta.com dan berbagai situs cek fakta dari pemerintah, media, dan organisasi masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini