Dijamas pada Satu Suro, Keris Seharga Rp 1 Miliar dari Masa Majapahit Bisa Usir Pagebluk

Satu Sura atau satu suro kerap menjadi waktu untuk melakukan ritual dalam mengawali tahun baru yang disongsong penganut kepercayaan Jawa dengan mencuci benda pusaka.

Chandra Iswinarno
Selasa, 10 Agustus 2021 | 20:38 WIB
Dijamas pada Satu Suro, Keris Seharga Rp 1 Miliar dari Masa Majapahit Bisa Usir Pagebluk
Kolektor benda pusaka di Situbondo sedang melakukan ritual pencuci benda pusaka yang biasa dilakukan di awal bulan Sura atau Muharam dalam kalender Jawa atau Islam, Selasa (10/8/2021). [Foto: Hozaini]

SuaraMalang.id - Satu Muharam atau dalam penanggalan Almenak Jawa disebut dengan Satu Sura kerap menjadi waktu untuk melakukan ritual dalam mengawali tahun baru yang disongsong penganut kepercayaan Jawa dengan mencuci benda pusaka.

Pun kepercayaan yang tumbuh lama di Masyarakat Jawa tersebut juga dilakukan pengkolektor benda-benda pusaka di kawasan Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dengan ritual jamas atau mencuci benda pusaka.

“Formalnya kami lakukan perawatan benda pusaka di bulan Sura. Setiap kolektor di sini biasanya melakukan ritual mencuci benda pusaka di rumahnya masing-masing,” kata kolektor benda pusaka di Situbondo Sudi Wardoyo seperti dikutip dari jatimnet.com-jaringan Suara.com pada Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, ada 40 orang lebih kolektor benda pusaka dan biasanya masing-masing memiliki benda pusaka paling tinggi nilainya, baik nilai sejarah maupun harganya.

Baca Juga:Melihat Ritual Cuci Benda Pusaka di TMII

Seperti yang diakui Sudi, dia memiliki koleksi benda pusaka berupa keris omyang jimbe. Nama omyang itu diambil dari empu pembuat keris dan nama jembe merupakan nama desanya.

Menurutnya, keris omyang jimbe dibuat pada Zaman Kerajaan Majapahit di era Prabu Brawijaya V. Konon keris tersebut dibuat untuk menangkap atau mengusir pagebluk atau wabah.

Pun dari sisi model, keris omyang jimbe cukup unik karena ada dua anak kembar di gagangnya. Selain keunikan tersebut, harga keris omyang jimbe di kalangan kolektor tergolong fantastis berkisar antara Rp 600 juta hingga Rp 1 miliar.

“Seorang kolektor benda pusaka akan mempelajari sejarahnya terlebih dahulu. Semakin tinggi (nilai) sejarahnya, semakin mahal harganya. Misalnya benda pusaka tertentu pernah jadi senjata raja tertentu, itu akan mahal karena jadi kebanggan tersendiri,” ujarnya.

Dia juga menambahkan, kolektor benda pusaka memiliki bermacam-macam peninggalan seperti keris, tombak, dan pedang.

Baca Juga:Satu Suro, Gunung Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran Sejauh 3.000 Meter

Semua koleksi itu pasti sudah terlacak sejarahnya karena nilai dari koleksi benda pusaka tergantung dari sejarah dan manfaatnya.

“Banyak sekali koleksi benda pusaka di Situbondo. Kami masih berencana membuat semacam museum agar para generasi muda tahu peninggalan leluhurnya,” tuturnya.

Senada dengan Sudi, kolektor benda pusaka lainnya, Karno Hari Susanto mengaku menjadi kolektor karena peninggalan benda pusaka yang diturunkan dari warisan keluarga.

Kini, Karno memiliki 100 benda pusaka yang sebagian besar benda pusaka tersebut merupakan warisan keluarga.

“Bapak dan kakek saya pejuang. Benda-benda pusaka ini sebagian besar saya dapat dari warisan keluarga. Tugas kita saat ini hanya merawat karena kita sudah tak bisa lagi membuat benda seperti ini,” katanya.

Diakuinya, penjamasan pusaka setiap Satu Suro merupakan bagian ritual untuk merawat agar benda pusaka tetap bersih.

Selain bulan Sura, pembersihan benda pusaka dengan minyak khusus agar pamornya tetap terawat dan tidak berkarat tetap dilakukan.

Meski begituk dia berencana mendirikan paguyuban pecinta benda pusaka. Tujuannya untuk melestarikan agar anak-anak muda bisa mengenal sejarah dan peninggalan leluhurnya.

“Anak-anak milenial sudah tak mengenal benda-benda pusaka seperti ini. Kita akan bentuk paguyuban untuk melestarikannya agar semakin banyak orang mencintai benda-benda pusaka ini,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini