SuaraMalang.id - Pertanian warga di Lereng Tengger, Probolinggo, Jawa Timur rusak terpapar kabut belerang Gunung Bromo. Diperkirakan kerugian para petani mencapai puluhan juta Rupiah.
Selain kabut belerang, tanaman pertanian rusak imbas embun upas akibat cuaca ekstrem yang melanda di kawasan setempat.
Seperti kebun stroberi milik Kermat warga Desa Jetak, Kecamatan Sekapura ini. Tanaman di lahan seluas satu hektar miliknya rusak tepapar kabut belerang dan embun upas.
“Kalau datang itu (kabut belerang) pada malam hari, ciri-cirinya di kamar itu seperti ada bau kentut. Dipastikan besoknya tanaman banyak yang mati,” katanya dikutip dari timesindonesia.co.id media jejaring suara.com, Senin (7/6/2021).
Baca Juga:Tak Patut Ditiru, Pelajar Probolinggo Ini Rusak Sekolah Saat Konvoi Kelulusan
Ia melanjutkan, usai kabut belerang biasanya disusul dengan embun upas.
Embun upas merupakan sebutan warga Tengger untuk embun yang mengkristal.
“Ciri yang nampak adalah bagian belakang daun stroberi yang menghitam tidak wajar. Serta bagian tepi daun yang mulai mengering,” sambungnya.
Sejumlah tanaman pertanian selain stroberi juga bernasib serupa. Seperti kentang dan kubis juga rusak terdampak fenomena tersebut. Sedangkan tanaman yang bisa bertahan hanya bawang pre (bawang daun). Karena bentuk daunnya runcing ke bawah.
Kemunculan kabut belerang terjadi setidaknya lima kali dalam dua bulan terakhir ini. Upaya yang dilakukan petani untuk meminimalisir dampak kerusakan yakni dengan menyemprotkan air ke tanaman.
Baca Juga:Viral Anarkisme Oknum Pelajar di Probolinggo, Warganet: Lulusan Corona Banyak Tingkah
Namun, karena mulai masuk dalam musim kemarau, stok air bersih pun menipis. Sebagian warga pun memilih membiarkan tanaman mati.
Akibat serangan kabut belerang ini, Kermat mengaku mengalami kerugian sekitar Rp 25 juta lebih. Biaya sebesar itu untuk perawatan tanaman stroberi. Mulai dari pemupukan, semprot air dan lain sebagainya.
“Sejak pandemi berlangsung, kebun ini sudah terdampak. Karena pengunjung yang datang merosot tajam. Ditambah dengan keadaan ini, entah kapan kami bisa memperbaikinya kembali. Padahal saat ini iklim wisata sudah mulai berangsur normal,” katanya.
Sementara, Kepala Pos Pantau Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Cemoro Lawang, Wahyu Andrian Kusuma mengatakan, kabut belerang merupakan hasil aktivitas magma di dalam perut Gunung Bromo. Kepekatan kabut belerang itu sampai merusak sejumlah pohon dan pertanian di sekitar Bromo.
Bagi masyarakat dan wisatawan dimbau agar menggunakan masker. Guna mengantisipasi dampak yang timbul akibat menghirup gas belerang itu.
Namun demikian, warga dan masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, status Gunung Bromo masih di level II waspada dengan jarak aman satu kilometer dari pusat kawah.