SuaraMalang.id - Fakta mengejutkan disampaikan Kepala Seksi SMA, SMK Dinas Pendidikan Jawa Timur Cabang Jember Lumajang Rosyid Althaf yang menyampaikan dampak Pandemi Covid-19 membuat 30 persen siswa di Jember putus sekolah.
Dia menyebut, hal tersebut akibat ketakutan terhadap Covid-19 yang sudah berlebihan. Sehingga, berdampak dihentikannya penyelenggaraan pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Fobia. Sementara yang dikorbankan ini satu generasi yang sekian tahun ke depan jadi penentu bangsa ini. Kita seolah-olah pasrah dan kalah, mengorbankan perkembangan anak, pendidikan anak,” kata Rosyid seperti dilansir Beritajatim.com-jaringan Suara.com.
Lebih lanjut, dia mengemukakan, lantaran tidak melakukan pembelajaran tatap muka selama setahun ternyata cukup berdampak luar biasa.
Baca Juga:IDI Jember Tak Rekomendasikan Pembelajaran Tatap Muka, Ini Alasannya
“Bayangkan setahun lebih tidak bersekolah. Ini data dan fakta riil: sampai dengan saat ini, di Jember, siswa yang putus sekolah hampir mencapai 30 persen. Siapa yang bertanggung jawab?” katanya.
Dari data yang dimilikinya, jumlah siswa SMA, SMK, dan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus (PKPLK) di Jember mencapai 73.723 orang yang terdiri dari 38 ribu laki-laki, dan 35 ribu perempuan.
Dia melanjutkan, dari 30 persen siswa yang memutuskan berhenti sekolah kebanyakan memutuskan untuk bekerja membantu orang tua.
“Ada yang jadi pembantu rumah tangga, ada yang keluar kota, selama Covid ini, karena tidak ada pembelajaran di sekolah,” katanya.
Tak sampai di situ, dia mengemukakan, selama ini orang tua siswa lebih percaya jika pendidikan diserahkan kepada guru sekolah.
Baca Juga:IDI Jember Tidak Rekomendasikan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
“Ini fakta. Saya sendiri orang tua. Kalau yang mengajar guru, marem (tenang),” katanya.
Dengan ketiadaan pembelajaran tatap muka di Jember selama pandemi, lanjutnya, juga memunculkan persoalan baru, yakni kesenjangan kualitas pendidikan.
“Coba kita bayangkan bagaimana siswa-siswa kita di pegunungan, yang tidak punya android. Apakah sekarang itu semua kita gebyah uyah, sekarang tidak usaha pembelajaran tatap muka, sudah online cukup. Tapi tidak pernah melihat dampak luar biasa,” kata Rosyid.
Dia pun menegaskan, jangan sampai karena Covid-19 yang telah mengubah proses belajar dari yang awalnya di sekolah ke pembelajaran online menyebabkan siswa tidak mendapatkan pendidikan yang memadai.
“Jangan sampai learning lost jadi educational lost. Jangan sampai generasi akibat covid ini, sekian tahun kemudian, memang dulu sekolah, tapi tidak ada apa-apanya. Pendidikan karakter yang jadi atensi pemerintah pusat kita akan ambyar. Padahal, saya perlu tegaskan, sumber daya pendukung sekolah sudah miliaran rupiah dibelanjakan untuk mitigasi Covid-19,” kata Rosyid.