SuaraMalang.id - Tensi ketegangan di tubuh Pemkab Jember dipicu beragam kontroversi. Sekretaris Daerah (Sekda) Jember, Mirfano mengklaim akar masalah salah satunya bermula dari aplikasi percakapan instan.
Sekda Mirfano menjelaskan, sumber kegaduhan di internal Pemkab Jember salah satunya saat ada instruksi penyusunan rencana kerja belanja (RKB) yang diterima 16 OPD (organisasi perangkat daerah).
“Sumber kegaduhan pertama adalah adanya perintah yang disampaikan melalui WhatsApp kepada 16 organisasi perangkat daerah untuk menyusun rencana kerja belanja (RKB) pos anggaran belanja tidak tetap (BTT),” katanya, seperti dikutip dari Beritajatim.com media jejaring Suara.com, Minggu (24/1/2021).
Ia melanjutkan, perintah tak resmi dan bukan tertulis itu justru membingungkan para kepala OPD.
“Mereka melaporkannya kepada saya,” imbuhnya.
Dasar pecairan anggaran BTT, lanjut dia, adalah Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2021. Namun, aturan tersebut diketahui tidak sah, lantaran tanpa ada restu Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
“Lah kita tahu perbup tersebut diundangkan tanpa pengesahan gubernur. Bagaimana kita bisa mencairkan anggaran yang dasarnya tidak punya legal standing? Perbup APBD ini sudah kami laporkan kepada Ibu Gubernur Jatim,” kata Mirfano.
Ia lantas meminta kepada seluruh ASN agar mengabaikan perintah menyusun RKB yang bersumber dari WhatsApp tersebut.
“Jika ada perintah tertulis pun dimohon agar kepala OPD berkonsultasi dengan kami,” katanya.
Baca Juga: Cabup dan Cawabup Jember Terpilih Hendy- Gus Firjaun Fokus Program Covid-19
Sumber kegaduhan kedua, masih kata Mirfano, adalah kebijakan pengundangan KSOTK (Kedudukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja) 2021 yang menjadi dasar diterbitkannya surat keputusan pelaksana tugas untuk seluruh jabatan. Pengundangan ini memunculkan persoalan.
“Seluruh jabatan demisioner, sehingga harus segera ditetapkan pejabat untuk mengisi formasi jabatan pada KSOTK baru tersebut. Jadi seluruh jabatan akan demisioner,” jelasnya.
Penetapan pejabat pelaksana tugas (Plt) bermakna telah terjadi perubahan status hukum terhadap pejabat definitif pada KSOTK sebelumnya.
“Maka telah terjadi penggantian jabatan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” katanya.
Mirfano mengingatkan bahwa penetapan pejabat pelaksana tugas hanya bisa dilakukan untuk jabatan kosong oleh pejabat yang eselonnya setara atau setingkat lebih tinggi. Sementara, pengundangan KSOTK 2021 mengakibatkan seluruh pejabat akan berstatus staf.
“Pembebastugasan jabatan menjadi staf harus melalui pemeriksaan oleh atasan langsung sesuai Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2010. Manakala tidak dilalui, maka yang bersangkutan harus dikukuhkan kembali sesuai jabatan sebelumnya,” kata Mirfano.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Vario! 5 Rekomendasi Motor Gagah Harganya Jauh Lebih Murah, Tenaganya Bikin Ketagihan
- Pemain Keturunan Rp52,14 Miliar Follow Timnas Indonesia: Saya Sudah Bicara dengan Pelatih Kepala
- Sedan Bekas Tahun Muda Mulai Rp 70 Juta, Ini 5 Pilihan Irit dan Nyaman untuk Harian
- Pemain Keturunan Palembang Salip Mauro Zijlstra Gabung Timnas Indonesia, Belum Punya Paspor RI
Pilihan
-
3 Kuliner Khas Riau yang Cocok Jadi Tren Kekinian, Bisa untuk Ide Bisnis!
-
Ole Romeny Jalani Operasi, Gelandang Arema FC Pilih Tutup Komentar di Instagram
-
Pengusaha Lokal Bisa Gigit Jari, Barang Impor AS Bakal Banjiri Pasar RI
-
BREAKING NEWS! Satoru Mochizuki Dikabarkan Dipecat dari Timnas Putri Indonesia
-
Tarif Trump 19 Persen Bikin Emiten Udang Kaesang Makin Merana
Terkini
-
Dirut: BRI Miliki Fondasi untuk Menjadi Bank Terkuat di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara
-
5 Khodam Paling Sakti di Nusantara: Warisan Leluhur Hingga Pendamping Sejak Lahir!
-
Pemkot Malang Tunggu Regulasi Soal Aktivitas Sound Horeg
-
Waspada! Kenali 8 Tanda Ponsel Disadap, Baterai Boros dan HP Lemot Jadi Sinyal Utama
-
Tips Aman Transfer Uang Online: Lindungi Diri dari Ancaman Penipuan Digital