- Imam Muslimin, dosen UIN Malang, merasa difitnah usai konflik kecil parkir berubah jadi tuduhan berat.
- Konflik melebar ke sengketa tanah dan surat penolakan warga yang memutuskan pengusirannya sepihak.
- Imam siap tempuh jalur hukum demi pulihkan nama baiknya, ungkap kronologi lewat Podcast Denny Sumargo.
SuaraMalang.id - Kasus pengusiran seorang dosen UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang dari lingkungannya sedang ramai diperbincangkan. Sosok yang menjadi perhatian adalah Imam Muslimin, dosen filsafat dan tasawuf.
Melalui Podcast Denny Sumargo, ia membongkar kronologi dan versinya atas peristiwa yang belakangan jadi buah bibir.
Imam menegaskan bahwa apa yang ia alami bukan sekadar konflik kecil antarwarga, tetapi sudah menjelma menjadi fitnah yang mencederai reputasinya sebagai akademisi.
Ia merasa perlu meluruskan kabar yang berkembang di publik. Berikut 5 fakta yang diungkap Imam Muslimin dalam podcast tersebut.
Baca Juga:Polresta Malang Kota Perkuat Siskamling Melalui Optimalisasi Peran Polisi RW
1. Berawal dari Masalah Parkir
Imam menuturkan, sumber masalah muncul dari mobil rental milik tetangganya yang kerap diparkir persis di depan rumah. Ia mengaku sudah berulang kali menegur sopir untuk tidak menutup akses masuk keluarganya.
“Saya hanya minta mobil jangan diparkir menutup pintu rumah saya. Itu saja,” ujar Imam.
Namun, teguran yang dianggap sederhana itu justru memicu ketegangan. Hubungan dengan pemilik usaha rental mobil mulai renggang, dan sejak saat itu konflik kian sulit diredam.
2. Terseret Tuduhan Tak Pantas
Baca Juga:Gunung Semeru Erupsi 4 Kali, Waspada Awan Panas & Lahar Hujan
Dari sekadar masalah parkir, persoalan berubah menjadi tuduhan serius. Imam dituduh melakukan tindakan tidak pantas terhadap istri tetangganya. Tuduhan itu, menurutnya, sama sekali tidak benar dan tidak pernah terbukti.
“Tiba-tiba saya dituduh mencolek istri orang. Padahal saya tidak pernah melakukan itu. Ini fitnah yang kejam,” tegasnya.
Imam merasa tuduhan tersebut dilontarkan untuk memperburuk namanya di mata warga. Ia menilai framing ini sengaja dimainkan agar posisi sosialnya makin terpojok.
3. Konflik Melebar ke Persoalan Tanah
Tidak berhenti di tuduhan moral, konflik juga merembet ke sengketa tanah dan jalan lingkungan. Imam menyebut ada klaim sepihak bahwa lahan parkir dan akses jalan di dekat rumahnya adalah tanah wakaf.
“Mereka bilang tanah itu wakaf, padahal tidak jelas dokumennya. Saya hanya menempati rumah dan jalan sesuai hak saya,” kata Imam.
Polemik tanah ini menambah panas suasana karena melibatkan lebih banyak warga yang merasa memiliki kepentingan terhadap lahan tersebut.
4. Surat Penolakan dari Warga
Ketegangan mencapai puncaknya saat warga menggelar rapat dan menghasilkan surat penolakan. Dalam surat itu tercantum tanda tangan puluhan warga yang menyatakan keberatan terhadap keberadaan Imam di lingkungan tersebut.
Imam mengaku tidak pernah diajak bicara atau diberi kesempatan klarifikasi sebelum keputusan itu diambil.
“Saya baru tahu ada surat penolakan setelah ramai dibicarakan. Tidak ada yang datang langsung ke saya. Tiba-tiba nama saya sudah diputuskan untuk diusir,” jelasnya.
Menurutnya, cara ini tidak mencerminkan musyawarah yang adil karena ia tidak diberi ruang untuk menjelaskan posisi dan kronologi sebenarnya.
5. Imam Merasa Difitnah, Siap Tempuh Jalur Hukum
Dalam podcast, Imam menegaskan bahwa dirinya adalah korban framing. Ia menyebut potongan video yang beredar di media sosial telah disusun sedemikian rupa untuk memojokkan dirinya.
“Saya dosen, saya punya keluarga, nama baik saya dipertaruhkan. Kalau begini caranya, saya siap menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Bagi Imam, tuduhan yang tidak berdasar itu tidak hanya mencederai dirinya, tetapi juga keluarga dan profesinya sebagai pengajar. Ia ingin menempuh langkah hukum demi mengembalikan kehormatan sekaligus meluruskan fakta kepada publik.
Kisah Imam Muslimin menunjukkan bagaimana konflik kecil dapat membesar ketika komunikasi dan tabayun tidak dilakukan. Dari masalah parkir, konflik berkembang ke tuduhan asusila, sengketa tanah, hingga berujung pada pengusiran massal.
Kini, Imam memilih untuk bersuara melalui Podcast Denny Sumargo agar publik mendengar versinya secara langsung. Ia berharap jalur hukum bisa menjadi solusi untuk meluruskan tuduhan sekaligus mengembalikan nama baiknya.
Kontributor : Dinar Oktarini