Operator SPBU Malang Tilep 13 Ribu Liter Pertalite, Jual ke Jip Bromo

Jaksa menyebut bahwa dugaan penggelapan ini baru dibuktikan dalam kurun waktu satu bulan berdasarkan rekaman CCTV dan fakta dalam berkas perkara.

Bernadette Sariyem
Kamis, 05 Desember 2024 | 19:44 WIB
Operator SPBU Malang Tilep 13 Ribu Liter Pertalite, Jual ke Jip Bromo
Ilustrasi BBM Pertalite. [Suara.com/Ema Rohimah]

SuaraMalang.id - Seorang operator SPBU bernama Fani Pratama (25), warga Desa Tawangrejeni, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, dituntut dua tahun enam bulan penjara atas dugaan penggelapan 13.786 liter Pertalite dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 54.651.61 di Jalan Raya Tulus Besar, Tumpang.

Dugaan penggelapan ini berlangsung selama 1 November hingga 1 Desember 2024, dengan nilai kerugian mencapai Rp 137.680.000, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Anjar Rudi Admoko.

Modus Operandi

Fani Pratama diduga melakukan aksinya setelah operasional SPBU tutup, sekitar pukul 22.00 WIB. Ia menggunakan mobil jip hardtop berwarna hijau dengan nomor polisi N-1410-FW, yang dilengkapi sembilan jeriken kosong berkapasitas 35 liter.

Baca Juga:12 Jembatan Rusak di Malang Selatan, DPRD Didesak Setujui Anggaran Rp20 Miliar

Bahan bakar jenis Pertalite, yang disubsidi pemerintah, kemudian dijual kepada komunitas jip Bromo seharga Rp 11.000 per liter atau Rp 385.000 per jeriken, tanpa izin dari pemilik SPBU, Mudjiat.

Pengakuan Tersangka

Menurut Anjar, Fani mengaku bahwa setiap kali mengambil Pertalite pada malam hari, ia membayar kepada pemilik SPBU keesokan paginya. Namun, kesaksian dari pihak pemilik SPBU dalam persidangan membantah pengakuan tersebut.

“Pengakuan terdakwa adalah membayar setiap pagi, tapi saksi menyatakan sebaliknya,” ujar Anjar. Ia juga menambahkan bahwa seluruh Pertalite yang diambil oleh Fani dijual ke komunitas jip Bromo dan tidak ditimbun.

Tuntutan Hukum

Baca Juga:Wisata Malang Makin Mudah! Skytrain Bakal Hubungkan Batu-Malang-Kepanjen

Fani didakwa melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan secara berlanjut. Ia dituntut hukuman dua tahun enam bulan penjara, dikurangi masa tahanan sejak 13 Agustus 2023 hingga 29 Oktober 2024.

Kuasa hukum Fani, Cuwik Liman Wibowo, menerima tuntutan tersebut dan menyebut hukuman tersebut adil sesuai dengan perbuatannya.

“Kalau di atas itu, saya pasti komplain. Namun, kasus ini juga ada keteledoran dari pihak pemilik,” ujar Cuwik.

Langkah Lanjutan

Jaksa menyebut bahwa dugaan penggelapan ini baru dibuktikan dalam kurun waktu satu bulan berdasarkan rekaman CCTV dan fakta dalam berkas perkara.

Polisi masih menyelidiki lebih lanjut apakah ada kemungkinan praktik serupa terjadi di luar periode tersebut.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat di SPBU untuk mencegah penyalahgunaan yang merugikan negara dan masyarakat.

Kontributor : Elizabeth Yati

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini