SuaraMalang.id - Kiai sekaligus pengasuh salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Malang, M. Tamyiz dijatuhi vonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen.
Terdakwa terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual atau pencabulan terhadap anak di bawah umur. Diketahui total korban yang resmi melapor sebanyak lima santri.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) LBH Surabaya Pos Malang dan WCC Dian Mutiara Malang mengapresiasi putusan hakim yang dibacakan pada 8 Januari 2024 tersebut.
“Kami memberikan apresiasi terhadap Jaksa Penuntut umum (JPU) yang menangani perkara dan Majelis Hakim yang memutuskan perkara a quo,” kata WCC Dian Mutiara Malang, Ina Irawati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/1/2024).
Baca Juga:Kejamnya Tukang Pijat di Sawojajar Malang, Pelaku Mutilasi Korban Jadi 9 Bagian
Sebelumnya, berdasarkan perkara Nomor 362/Pid.Sus/2023/PN.Kpn majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen membacakan putusan vonis terhadap M. Tamyiz. Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Terdakwa telah melanggar tindak pidana sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 82 Ayat (2) jo Pasal 76 huruf E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam surat dakwaan alternatif kedua.
Dalam putusan tersebut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan 6 bulan.
“Kami mengapresiasi pada putusan yang telah disidangkan yang sesuai dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang dipandang memenuhi rasa Keadilan bagi korban,” kata Ina Irawati lagi.
Sementara itu, YLBHI-LBH pos Malang Tri Eva Oktaviani menambahkan, pertimbangan hakim telah mereprentasikan perspektif korban dalam hal yang memberatkan terdakwa.
Baca Juga:Kronologi dan Penyebab Ambrolnya 2 Rumah di Klojen Malang
Dia menilai, perbuatan terdakwa merusak masa depan dan cita-cita anak korban, mencoreng citra, dan teladan pesantren sebagai lembaga pendidikan. Selain itu, tindakan terdakwa telah menimbulkan trauma pada korban serta meresahkan masyarakat.
“Maka dari itu, kami menilai putusan ini memberikan Precedent baik pada penegakan hukum yang berkeadilan bagi korban kekerasan seksual dan upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku serta mengakomodasi hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan,” jelasnya.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat sipil untuk berkontribusi aktif dalam mencegah dan memberantas segala bentuk kekerasan seksual.
“Terkhusus pada lingkungan Institusi pendidikan keagamaan,” ujarnya.
Kontributor : Aziz Ramadani