SuaraMalang.id - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malang menyerukan investigasi ulang Tragedi Kanjuruhan. Pemerintah dituding mengabaikan peristiwa yang menelan 135 korban jiwa tersebut.
Kepala Bidang Kebijakan Publik, Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Malang, Yohanes Bhoka Pega mengatakan satu tahun sudah tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang terjadi. Namun, berbagai perjuangan menuntut keadilan bagi korban seakan belum mendapatkan hasil yang setimpal.
“Jangankan berbicara tentang kepastian hukum bagi korban, keadilan hukuman bagi pelaku saja belum dilaksanakan,” ujarnya, Selasa (3/10/2023).
Merespons itu, GMNI tegas menyatakan Mosi tidak percaya terhadap pemerintah. "Kita menyatakan Mosi Tidak Percaya kepada pemerintah karena telah abai dalam menangani persoalan Kanjuruhan, HAM dan Agraria,” kata dia.
Baca Juga:DPR Minta Bahlil Lahadalia dan Muhammad Rudi Selesaikan Konflik Rempang secara Humanis
Yohanes menambahkan, pemerintah juga belum menunjukkan sikap nyata terkait kasus -kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Justru seakan mempertontonkan budaya verbalisme dan gimmick belaka.
“Pemerintah hanya menyatakan permohonan maaf terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu dan belum ada tindak lanjut konkret untuk menyelesaikannya. Dalam urusan konflik agraria juga lebih berpihak pada investor ketimbang warga negara (sipil). Apalagi tentang peristiwa Kanjuruhan, upaya usut tuntas seakan hanya jadi jargon semata,” jelasnya.
Menyikapi itu GMNI Malang menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan investigasi ulang Tragedi Kanjuruhan.
"Memberikan keadilan bagi semua korban, mengadili semua pelaku dan tidak menghilangkan barang bukti termasuk upaya renovasi Stadion Kanjuruhan," ujarnya.
Selain Kanjuruhan, GMNI Malang juga Menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM berat sesuai dengan mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Termasuk memberikan perlindungan dan keadilan kepada masyarakat adat di Rempang.
Baca Juga:Ini Kabar 35 Warga Didemo Rempang yang Belum Dibebaskan
Pemerintah harus berpihak kepada rakyat dalam setiap persoalan agraria di seluruh Indonesia dalam rangka mewujudkan reforma agraria sejati. Pihaknya juga menuntut untuk menghentikan segala bentuk tindakan represif dan kriminalitas kepada warga negara, masyarakat adat, aktivis HAM dan agraria utamanya oleh Aparat Penegak Hukum.
Karena itu, pemerintah dituntut untuk melakukan evaluasi besar-besaran dan reformasi birokrasi dalam tubuh Aparat Penegak Hukum.
Ketua DPC GMNI Malang, Donny Maulana menyampaikan jika angka konflik agraria kriminalitas serta tindakan represi terhadap warga sipil dan pejuang HAM masih tinggi di Indonesia.
“Data dari bulan Januari sampai Agustus 2023 terjadi 692 kasus konflik agraria di Indonesia, dan selama 2022 terjadi 497 kasus kriminalisasi pejuang hak atas tanah atau konflik agraria,” ujarnya.
Donny mengungkap bahwa mayoritas pelaku justru dari perangkat negara. “Bahkan dalam kasus konflik agraria, menurut data Komnas HAM, empat teradu tertinggi ditempati oleh Perusahaan (30,6 %), Pemerintah Daerah (17,7 %), pemerintah Pusat (17,6 %) dan kepolisian (7,4 %),” lanjutnya.
GMNI Malang menyerukan agar Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi besar-besaran serta reformasi birokrasi kepada aparat penegak hukum negara.
Kontributor : Aziz Ramadani