SuaraMalang.id - Para pencinta sejarah dihebohkan dengan temuan tiga batu andesit di proyek revitalisasi Alun-Alun Malang. Diduga batu tersebut merupakan peninggalan masa kolonial Belanda.
Terdapat beberapa tulisan di masing-masing batu. Pertama, bertuliskan 'MALANG IN MEMORY OF', kedua bertuliskan 'OOSTERHUIS', dan ketiga bertuliskan 'BAPAK TONKO'.
Ada juga plakat bulat dengan tanda anak panah. Pada baris atas terdapat tulisan diawali dengan tanda bintang, yakni WESTERLEE 1896.
Bagian bawah terdapat tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan kata AMBIN 1943.
Batu ketiga bertuliskan JOHAN dan JAN. Pada sisi kanan ada dua plakat bulat dengan tanda anak panah dan tulisan KALABAHI 1927 serta tulisan MALANG 1945. Batu-batu tersebut terdapat tulisan TJIMAHI 1933 dan LABUHANBAJO 2003 dengan awalan tanda bintang.
Baca Juga:Satu Lagi Pelaku Pengeroyokan Mahasiswa Unitri Ditangkap Saat akan Kabur ke Luar Negeri
Temuan tersebut cukup mengejutkan, sebab, selama ini tidak banyak masyarakat yang tahu mengenai keberadaan batu itu.
Pemerhati sejarah Malang, Restu Respati mengaku sudah meninjau lokasi proyek dan melihat langsung batu-batu yang berbentuk persegi tersebut. Dia menduga batu tersebut benda cagar budaya dan memiliki catatan sejarah.
Restu mengingatkan pelaksana proyek Alun-Alun Malang untuk lebih berhati-hati menangani revitalisasi di kawasan tersebut.
"Dugaan kami benar, pelaksana proyek mengaku tidak mengetahui akan keberadaan objek tersebut. Setelah kami jelaskan, barulah kami bersama-sama mencarinya. Berdasarkan foto lama yang kami pegang, kami tahu titik lokasi yang harus kami tuju. Untung saja objek tersebut masih ada, meskipun beberapa dalam kondisi cacat, karena terkena alat backhoe," ujar Restu dikutip dari Timesindonesia.com, Rabu (5/7/2023).
Sementara itu, pengamat dan peneliti sejarah Tjahjana Indra Kusuma mengungkapkan bahwa batuan tersebut bukanlah benda cagar budaya. Pernyataannya tersebut didukung sejumlah data dan bukti sejarah yang dimiliki.
Baca Juga:Mencicipi Perawon 'Pecel Kuah Rawon', Kuliner Malam Khas Kota Malang
Batu-batu tersebut dipasang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pemberian keluarga dari Indonesia bagian Timur pada tahun 2016.
Data penerimaan batu ke DLH juga tercatat oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Malang sebagai kenang-kenangan.
"Kalau kaitan sejarah ini ya sebagai elemen pelengkapnya. Tidak berhubungan dengan nilai-nilai sejarah lingkungan kawasan," ungkapnya.
Indra menjelaskan, batu-batu tersebut diberikan oleh keluarga yang ayahnya pernah bertugas di Malang sebagai pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands-Indische Leger).
Namanya ialah Tonko seperti yang ada di salah satu batu. Pangkat terakhirnya saat bertugas di Malang, yakni Oosterhuis, setara Letnan Muda.
"Dia itu tentara KNIL yang dinas terakhir di Batalyon Infantri 8 di Rampal. Ini KNIL sejak 21 tahun memulai dinasnya di Kalabahi, Kepulauan Alor. Kemudian mutasi ke Waingapu, kemudian ke Cimahi, ke Surabaya, ke Samarinda hingga terakhir ke Malang sampai invasi Jepang dan meninggal di Ambon, karena korban romusha," jelasnya.