SuaraMalang.id - Perhatian! Konten berita ini mengandung unsur sensitif bagi penyintas pelecehan seksual. Kronologi kekerasan seksual dalam tulisan sudah mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan untuk dimuat.
HATI ibu mana yang tidak hancur kala mengetahui sang buah hati, terutama anak gadisnya menjadi korban kekerasan seksual. Terlebih pelakunya orang terdekat.
Bak disambar petir, Selasa 19 Oktober 2021 lalu, inisial HR (41) dikagetkan cerita anaknya, sebut saja Mawar (12) yang menjadi korban pencabulan sang suami, SY.
Perilaku biadap suami yang berstatus ayah tiri itu baru terbongkar bermula dari chat atau pesan singkat yang dikirimkan SY kepada teman sekolah Mawar. Isi chat tersebut berupa kiriman video porno.
Baca Juga:Marak Kasus Kekerasan Seksual, Dorongan Pengesahan RUU TPKS Terus Menggema
"Anak saya itu kaget dan malu saat dikirimi screenshot (tangkapan layar ponsel) chat ayahnya sama temannya itu," kata HR ditemui di sebuah kafe kawasan Kota Malang, belum lama ini.
Berawal dari itu, Mawar kemudian mengaku pernah mendapatkan perlakuan serupa kiriman video yang diterima temannya.
"Anak saya juga langsung ngomong sebenarnya pernah digituin (pencabulan) juga sama ayahnya (SY)," ujar dia.
Lebih tepatnya, Mawar menjadi korban pemerkosaan dan terjadi selama tiga tahun terakhir. Persisnya, sejak anak gadisnya duduk di bangku kelas lima SD hingga SMP.
Mawar tidak mengadukan perilaku ayah tirinya itu ke sang ibu lantaran takut. Korban diancam oleh SY dengan dalih akan menceraikan sang ibu. Tidak sampai di situ saja, foto telanjang Mawar diancam akan disebar ke media sosial.
Baca Juga:Seperti Apa Kasus Dugaan Perkosaan Belasan Santri Perempuan di Bandung?
"Anak saya juga diancam kalau cerai. Mawar ikut dengan ayah tirinya itu. Makanya dia tidak mau ngomong," tutur HR sembari menyeka air matanya.
HR melanjutkan, pencabulan itu dilakukan saat dirinya tak ada di rumah untuk bekerja.
"Jadi waktu siang suami saya istirahat kerja jemput anak sekolah di jalan digrayain (diraba) begitu, dan sesampainya di rumah, di kamar biasanya itu langsung dibuka baju anak saya dan digituin," ujarnya.
HR kemudian menunjukkan bukti percakapan daring antara teman Mawar dan juga ayah tirinya kepada SuaraMalang.id. Memang benar ada beberapa video porno yang dikirim SY kepada teman Mawar.
Kasus pencabulan itu telah dilaporkannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang, pada 21 Oktober 2021 lalu.
"Dan sudah visum hasilnya tiga minggu setelah visum di RSUD Kanjuruhan sana. Hasilnya ada luka robek di alat kelamin anak saya," tutur dia.
HR juga telah meminta bantuan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang untuk mendampingi pemulihan Mawar.
"Sudah didampingi Psikolog juga saya dan anak sudah dilakukan trauma healing," ujar dia.
Sejauh ini, kondisi Mawar mulai membaik. Namun, trauma dengan ayah tiri masih melekat.
"Contohnya itu ketika mau keluar sama saya itu pasti dia nanya 'apa ini mau nemuin ayah?' Dia masih trauma begitu," ujar dia.
Terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang, Harry Setia Budi mengaku sudah melakukan pendampingan. Mawar dan HR sudah dibawa ke psikiater dan dilakukan trauma healing.
"Ibu dan anak itu sudah kami bawa ke psikiater. Ibunya terpukul yang terutama itu atas kejadian yang menimpa anaknya. Dan hasil diagnosisnya belum keluar," kata dia.
Dia pun kini melakukan pemantauan secara intens terhadap ibu dan anak itu.
"Kami lakukan pemantauan terus menerus sampai sekarang," ujar dia.
Terpisah Humas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PEKA asal Malang, Hilfili Mahardika mengaku kasus ini sudah banyak terjadi. Korban kebanyakan memang takut melapor karena beberapa faktor yang mempengaruhi.
"Pertama itu kan aib dia malu mau melapor ke siapa? RT? Atau siapa mereka kebanyakan diam. Karena belum banyak sosialisasi bahwa pencabulan atau kekerasan seksual itu adalah tindakan melanggar hukum. Bahkan meskipun dilakukan orang terdekat," kata dia.
Dia melanjutkan, korban kebanyakan takut ketika melapor ke pengacara. Padahal laporan ke pengacara itu penting untuk pendampingan hukum.
"Karena stigmanya itu mereka takut membayar kalau lapor ke pengacara. Seharusnya ke LBH dan itu gratis," ujar dia.
LBH Peka pun pernah menangani kasus serupa. Namun, kasusnya bukan pencabulan.
"Tapi pemerkosaan. Dan itu anak dan ayah tiri. Kasus itu tertangani dan korban kami lindungi hingga kasusnya selesai," tutur dia.
Menyikapi kian banyaknya kasus kekerasan seksual, Fili mendesak agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan. Sebab dengan disahkannya RUU tersebut, korban dipastikan bisa tertangani secara hukum.
"Dan korban tidak takut lagi melapor kasus ini karena dianggap sebagai aib. Karena jelas di RUU TPKS nanti ada pendampingan khusus secara hukum kepada korban. Karena selama ini korban kekerasan seksual biasanya sulit ditangani secara hukum karena kekerasan seksualnya secara verbal atau hanya disentuh saja bagian sensitifnya biasannya sulit tertasi," jelas dia.
Korban kekerasan anak di Kota Malang meningkat.
Peningkatan itu terjadi pada kasus kekerasan jenis fisik, psikis dan seksual pada tahun 2020 ke 2021. Berdasarkan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TPA) Kota Malang, terdapat 16 korban anak jenis tiga kekerasan itu.
Rinciannya adalah tiga anak menjadi korban kekerasan fisik, delapan jadi korban kekerasan psikis dan lima jadi korban kekerasan anak.
Sementara tahun 2021 meningkat. Terdapat 18 anak yang terdiri dari satu korban kekerasan fisik, sembilan anak korban kekerasan psikis dan delapan anak kekerasan seksual.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi mengaku prihatin mengetahui data peningkatan kekerasan anak tersebut. Dia menyakini data tersebut hanya bagian kecil saja. Masih banyak kasus kekerasan kepada anak yang belum terungkap selama masa Pandemi Covid-19 ini.
"Kekerasan kepada anak baik secara psikis, fisik dan seksual di masa pandemi ini seperti fenomena gunung es, muncul di sana cukup banyak sebenarnya tapi tidak terungkap," kata dia.
Pelaku tindak kekerasan terhadap anak sendiri kebanyakan, kata Kak Seto, adalah orang terdekat anak-anak. Sebab, orang-orang terdekat iyang berpeluang besar melakukan tindakan kekerasan karena sering bersama anak.
"Anak memang dekat tapi itu adalah peluang, mungkin predator-predator dalam hal ini jenis seksual baik itu saudara, ayah tirinya atau gurunya akan melakukan tindakan itu. Ini lengahnya kita tanpa sadar itu dilakukan khusus di kasus kekerasan seksual," paparnya.
Untuk itu, Kak Seto pun urun saran bagi Kota Malang dengan data yang kian meningkat itu. Kak Seto mengungkapkan bahwa untuk meminimalisir kasus korban kekerasan anak ini bukan hanya tugas pemerintah atau instansi terkait.
"Tapi juga harus dilibatkan masyarakat juga dalam gerakan perlindungan anak," kata dia.
Kontributor : Bob Bimantara Leander