Riki Chandra
Jum'at, 05 Desember 2025 | 21:45 WIB
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang (tengah). (Foto dok. BGN)
Baca 10 detik
  •  BGN melarang SPPG memecat relawan meski kuota penerima berkurang.

  • Pengurangan penerima manfaat bertujuan menjaga kualitas layanan gizi nasional.

  • Skema at cost jadi solusi pembayaran relawan dapur MBG.

SuaraMalang.id - Pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diminta tetap mempertahankan para relawan dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG), meski terjadi pengurangan jumlah penerima manfaat.

Larangan pemecatan relawan ini ditegaskan langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai bagian dari komitmen menjaga tujuan utama MBG, yakni pemenuhan gizi sekaligus penguatan ekonomi masyarakat lokal.

Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menegaskan bahwa pengurangan penerima manfaat Makan Bergizi Gratis merupakan kebijakan nasional untuk menjaga kualitas layanan gizi.

Namun, kebijakan tersebut tidak boleh berdampak pada keberlangsungan kerja para relawan dapur yang telah direkrut di setiap SPPG. Menurutnya, program ini sejak awal dirancang untuk menyerap tenaga kerja lokal.

“Ingat ya, setiap SPPG dilarang me-layoff para relawan, karena program MBG tidak hanya sekadar untuk memberikan makanan bergizi kepada siswa, tapi juga untuk menghidupkan perekonomian masyarakat, termasuk dengan mempekerjakan 47 warga lokal di setiap SPPG,” kata Nanik saat memberikan arahan pada acara Koordinasi dan Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis di Hotel Aston Cilacap, Jumat (5/12/2025).

Direktur Sistem Pemenuhan Gizi BGN, Eny Indarti, menjelaskan bahwa saat ini kapasitas dapur Makan Bergizi Gratis dibatasi.

Dari sebelumnya mampu melayani lebih dari 3.500 penerima manfaat, kini setiap SPPG maksimal mengelola 2.000 siswa serta 500 ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD atau 3B. Kapasitas bisa ditingkatkan hingga 3.000 penerima manfaat jika SPPG memiliki koki terampil bersertifikat.

Namun, persoalan muncul di sejumlah daerah, khususnya wilayah eks Karesidenan Banyumas. Di wilayah tersebut, jumlah penerima manfaat Makan Bergizi Gratis menurun drastis akibat bertambahnya SPPG baru di luar kuota.

Nanik mengungkapkan temuannya di Kabupaten Banyumas, di mana kuota awal hanya 154 SPPG, tetapi jumlah titik dapur berkembang hingga 227.

“Ada temunan saya, di Kabupaten Banyumas, kuotanya hanya 154 SPPG, tapi ternyata sekarang ada 227 titik. Kok bisa… Ini jelas nggak bener, karena akan terjadi perebutan penerima manfaat,” kata Nanik.

BGN berjanji menyelesaikan persoalan kelebihan SPPG tersebut secara internal. Bahkan ditemukan satu kecamatan dengan 16 ribu penerima manfaat yang telah memiliki enam SPPG, tetapi masih disetujui pembangunan lima SPPG baru. Kondisi ini dinilai berpotensi menurunkan efektivitas Makan Bergizi Gratis.

Meski demikian, Nanik kembali menegaskan larangan pemecatan relawan dapur. Solusi yang disiapkan BGN adalah penggunaan mekanisme pembiayaan “at cost” untuk honor relawan.

“Saya sudah mendapat solusi dari Pak Sony Sonjaya (Waka BGN bidang Sistem Tata Kelola), setelah berdiskusi semalaman dengan para pimpinan BGN, bahwa untuk honor relawan dapur bisa memakai mekanisme at cost,” ujarnya.

Mekanisme at cost merupakan sistem penggantian biaya riil berdasarkan bukti sah seperti kuitansi atau faktur, tanpa margin keuntungan. Skema ini diharapkan menjaga keberlanjutan tenaga kerja dapur Makan Bergizi Gratis di tengah penyesuaian jumlah penerima.

Nanik juga menjelaskan bahwa Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 memperluas penerima manfaat Makan Bergizi Gratis. Selain siswa sekolah dan madrasah, program ini menyasar tenaga pendidik, kader PKK, Posyandu, hingga kelompok rentan lainnya.

Load More