Scroll untuk membaca artikel
Baehaqi Almutoif
Jum'at, 31 Mei 2024 | 13:12 WIB
Aliansi Masyarakat Sipil di Malang Tolak RUU Penyiaran. [Dok AJI Malang]

SuaraMalang.id - Aliansi Masyarakat Sipil di Malang tegas menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran. Aliansi terdiri atas jurnalis, akademisi, mahasiswa, kreator konten, dan pegiat antikorupsi menilai RUU Penyiaran mengancam demokrasi.

Dosen hukum Universitas Islam Malang (Unisma), M. Fachrudin mengatakan Indonesia memasuki autocratic legalism, yakni menggunakan hukum untuk melegitimasi tindakan-tindakan yang tidak demokratis.

"Dibuktikan dengan banyak produk peraturan perundang-undangan dibuat untuk kepentingan penguasa, bukan untuk kepentingan rakyat,” katanya.

Parahnya, lanjut Fachrudin, RUU Penyiaran tidak melibatkan partisipasi publik. "Putusan Mahkamah Agung harus melibatkan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan atau meaningful participation," ujarnya.

Baca Juga: Harap Bersabar! Jalur Pendakian Gunung Arjuno Masih Ditutup

Sebelumnya, Badan Legislatif (Baleg) DPR mengembalikan RUU Penyiaran kepada Komisi I DPR. RUU Penyiaran menimbulkan kontroversi, tak hanya larangan jurnalistik investigasi dan tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers dalam menangani sengketa pers.

Beberapa poin juga menuai pro-kontra, misalnya keberagaman konten dihapus, yang berpotensi menimbulkan praktik oligopoli media siaran. RUU Penyiaran juga menyasar platform digital siaran. Kreator konten diawasi, setiap konten harus lulus kelayakan siaran yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Sementara itu, Dosen komunikasi Universitas Negeri Malang, Dr. Akhirul Aminullah mengatakan, revisi UU Penyiaran ini bisa jadi sebagai konsekuensi perkembangan teknologi. Namun, pelarangan penayangan investigasi bertentangan dengan pilar demokrasi dan fungsi kontrol sosial. Justru, hal itu lebih tepat disebut pembungkaman, seperti yang dilakukan rezim Soeharto di zaman Order Baru.

Misalnya Pasal 50B Ayat 2 yang mengatur pelarangan jurnalisme investigasi ikut membongkar kejahatan, disebut berlebihan. Menurutnya, tak semestinya kekuasaan pemerintah mengatur dan mengontrol penyiaran.

Selain itu, di Pasal 8A Ayat (1) ada tumpang tindih kewenangan KPI dengan Dewan Pers. Ketika ada sengketa isi siaran bukanlah KPI yang bertindak.

Baca Juga: Aksi Pencurian di Sengkaling Malang Terekam CCTV Viral di Medsos, Polisi Buru Pelaku

"UU Pers fungsinya diserahkan kepada Dewan Pers. Harus dibedakan kewenangan KPI dengan Dewan Pers. Apalagi kalau keanggotaan KPI dan Dewan Pers dipilih konstituen, ini kan seperti pasal karet," ujar Irul.

Load More