Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Jum'at, 28 Oktober 2022 | 14:44 WIB
Sejumlah warga dan suporter Arema FC (Aremania) membawa spanduk dan poster saat unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (27/10/2022). Mereka menuntut keadilan dalam tragedi Kanjuruhan. [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nym].

SuaraMalang.id - Tim Gabungan Aremania (TGA) meminta dilakukan autopsi atau ekshumasi terhadap korban Tragedi Kanjuruhan. TGA telah melayangkan surat kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terkait permintaan tersebut.

Juru Bicara TGA, Hans Budi Prianto mengatakan, pihaknya didampingi tim hukum, Kamis (27/10/2022) telah mengirim surat resmi kepada Kepala Kejati Jatim terkait permintaan autopsi.

Besar harapan agar kejaksaan mengakomodir semua kepentingan korban tragedi Kanjuruhan, terutama perihal penyebab kematian. Harus terungkap dengan jelas, baik melalui ekshumasi-otopsi maupun pemeriksaan luka.

"Pada intinya kami meminta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melalui jaksa peneliti perkara untuk memberikan petunjuk (P-19) kepada penyidik Polri untuk melengkapi berkas perkara dengan melaksanakan proses ekshumasi-otopsi terhadap korban meninggal dunia demi upaya pengusutan tuntas kasus Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022," ujarnya, Jumat (28/10/2022).

Baca Juga: Ratusan Aremania Gelar Aksi Damai Tuntut Penanganan Tragedi Kanjuruhan

Hans mengingatkan agar Kejati Jatim bekerja profesional, akuntabel dan transparan dalam proses prapenuntutan hingga penuntutan. Kejaksaan juga harus melakukan penelitian secara objektif dan faktual terhadap berkas perkara yang telah dilimpahkan penyidik Polda Jatim.

Sehingga mampu mengungkap kebenaran kasus Tragedi Kanjuruhan mengenai; penyebab kematian dan luka korban, dan melakukan rekonstruksi di Stadion Kanjuruhan dengan sebenar-benarnya. "Menentukan penggunaan pasal yang tepat karena tragedi ini merupakan pembunuhan yang brutal," ujarnya.

Termasuk, lanjut dia, mampu mengungkap atau menemukan tersangka lain yang wajib turut bertanggung jawab dan segera melakukan penahanan.

"Juga (kejaksaan) mencari alat bukti yang kuat dan saksi yang kompeten. Karena nyatanya penyidik Polda Jatim selama ini sembrono dan penuh kepentingan," ujarnya.

TGA juga menuntut jaksa agung melakukan supervisi sejak dini hingga proses hukum Tragedi Kanjuruhan tuntas demi marwah lembaga sekaligus menjalankan amanat Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus seadil-adilnya.

Baca Juga: Formappi Sebut DPR Lelet Awasi Kasus Ferdy Sambo dan Tragedi Kanjuruhan

Tim hukum TGA, Anjar Nawan Yusky menambahkan, pihaknya mendesak kepada pihak Kejati Jatim agar segera memberikan petunjuk (P19) kepada penyidik Polri untuk melaksanakan proses ekshumasi - otopsi kepada para korban meninggal dunia supaya dapat ditemukan penyebab pasti kematian para korban.

Termasuk harus segera*memberikan petunjuk (P19) kepada pihak penyidik Polri untuk melakukan proses pemeriksaan luka – visum et repertum kepada para korban yang mengalami luka – luka supaya dapat ditemukan penyebab pasti luka yang diderita oleh para korban tersebut.

“Hal tersebut kami mintakan kepada pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dikarenakan sejak awal kami telah mendorong dan meminta secara terbuka kepada pihak Polri dalam hal ini Polda Jawa Timur, namun sampai saat ini belum juga dilaksanakan dengan alasan pihak keluarga korban yang meninggal dunia tidak memberikan izin,” katanya.

Padahal, lanjut dia, apabila mengacu ketentuan dalam pasal 134 KUHAP dan 135 KUHAP yang pada pokoknya mengatur bahwa pemeriksaan bedah mayat atau otopsi dilaksanakan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian peradilan, dari ketentuan pasal 134 dan 135 KUHAP mestinya dapat difahami bahwa izin atau persetujuan dari keluarga korban bukanlah suatu keharusan, justru apabila keluarga korban merasa keberatan sudah menjadi kewajiban penyidik untuk menerangkan secara jelas maksud dan tujuan dilakukannya proses otopsi.

"Menilik beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia semisal 'kasus kematian 6 orang anggota FPI' dan 'kasus pembunuhan brigadir Joshua hutabarat' ternyata pihak Kepolisian dapat langsung melakukan proses otopsi tanpa persetujuan dari pihak keluarga dan dalam banyak pemberitaan di berbagai media pihak Kepolisian selalu konsisten menyatakan bahwa persetujuan keluarga dalam melakukan proses otopsi bukanlah suatu keharusan atau syarat untuk dapat dilaksanakannya otopsi. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam proses hukum tragedi Kanjuruhan ini tidak diperlakukan demikian," jelasnya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, mencermati rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang yang dibentuk Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden nomor 19 tahun 2022 tentang pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang pada bab V bagian rekomendasi bagi Polri huruf H berbunyi “melakukan otopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata, guna memastikan faktor-faktor penyebab kematian”

"Oleh karena itu sudah semestinya Polri dan Kejaksaan menghormati dan mematuhi rekomendasi yang telah disampaikan oleh TGIPF yang dibentuk langsung oleh Presiden Jokowi," katanya menambahkan.

Kontributor : Aziz Ramadani

Load More