Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Jum'at, 07 Oktober 2022 | 14:37 WIB
Pasutri Aremanita asal Banyuwangi selamat dari Tragedi Kanjuruhan [SuaraMalang/Achmad Hafid Nurhabibi]

SuaraMalang.id - Situasi mencekam, riuh suporter mengerikan, masih terngiang di benak Edi Sutrisno dan Yuni, pasutri selamat dalam Tragedi Kanjuruhan Malang, Sabtu (01/10/2022).

Suami istri asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu merupakan Aremania yang hadir menyaksikan langsung laga antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya di dalam stadion.

Saat itu, Edi dan Yuni ada di Gete 14 Stadion Kanjuruhan. Mereka memilih tiket di sana karena biasa diduduki oleh pasangan resmi aremania dan aremanita.

Biasanya Kanjuruhan ini terkesan tribun paling aman daripada tribun lainnya yang berisi suporter dengan atribut lengkap dan menyanyikan lagu-lagu dukungan untuk tim Singo Edan.

Baca Juga: Bocah Nonton Arema Pertama Kali, Tabung Uang Jajan Malah Berakhir Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan

Namun situasi saat itu cukup berbeda, banyak suporter yang masuk, dan nyaris tak ada bedanya dengan Gate lainnya. Suara aremania yang diiringi tabuhan drum juga mencuat di sekitar Edi bersama Istri.

Sebagai suporter setia, Edi dan Yuni tak begitu berpikir panjang dengan kondisi itu, mereka juga larut dengan euforia laga Derby Jatim, dan terus memberi dukungan untuk tim kebanggaannya.

Saat kick off babak pertama, aremania bergemuruh menyanyikan lagu-lagu andalan dan terus menerus mendukung Arema, namun saat tertinggal 0-2 dari Bajol Ijo, suasana hening dan tak bergumam.

Pemain Arema FC kembali bangkit dan mampu menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Riuh suporter kembali bangkit, semangat bersatu kembali, ada potensi kemenangan yang diraih.

Namun, saat goal pembedahan Persebaya Surabaya kembali dicetak, suasana tak lagi riang gembira.

Baca Juga: Ada 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Kapolri: Kemungkinan masih bisa Bertambah

Setelah laga selesai, Arema FC kalah 0-3 dari Persebaya, ada beberapa suporter masuk, mereka niatnya untuk menyapa pemain, atau setidaknya selfie. Tapi ditanggapi berbeda, dianggap mereka mau menyerang pemain.

"Setelah itu, para pemain melingkar dan berdoa setelah pertandingan. Lalu ada yang berhasil masuk ke lapangan, dan menuju ke tribun di bawah papan skor. Gate 6, 7, 8," ujarnya.

"Awal ceritanya ada dua sampai 3 suporter yang berhasil turun. Tujuannya biasanya untuk bersalaman kepada pemain, ataupun memeluk pemain tersebut, memberikan sebuah dukungan," kata Edi, Jumat (7/10/2022).

"Saat mereka turun, dipikir oleh pihak keamanan itu melupakan emosi atau mau menyerang pemain Arema tersebut. Kemudian dari steward menangkap atau mengamankan. Suporter tersebut, dengan cara yang kurohige tepat, jadi hendak dipukul atau istilahnya dikiding lah, kepalanya itu dipegang itulah awal titik terjadinya kerusuhan," imbuhnya

Dari situlah, Edi menyebut jika kerusuhan mulai terjadi. emosi suporter mulai terlihat.

"Dari situ, kemudian banyak suporter yang turun untuk mencari petugas tersebut. Karena situasi tidak terkendali," cetusnya.

Situasi sudah tidak kondusif, petugas keamanan kemudian memutuskan untuk menyemprotkan gas air mata.

"Karena situasi yang tidak terkendali itu, pihak kepolisian menembakkan gas air mata. Gas air mata yang menurut saya lebih tepat disemprotkan ke lapangan saja, untuk membubarkan mereka yang turun ke lapangan. Tapi ternyata gas air mata juga ditembakkan ke tribun. Di sana ada anak-anak, ada ibu-ibu, ada suporter yang sudah berusia lanjut. Menjadi kepanikan," ungkap Edi.

Termasuk di tribun 13 gas air mata berulang kali disemprotkan ke sana. Posisi Edi dan Yuni 4 yang bersebelahan dengan Gate 13, juga sangat berpengaruh, asap gas air mata tersapu angin dan mengarah ke sekitarnya.

Perhatian Edi mengarah ke Yuni yang saat itu mulai sesak nafas dan nyaris pingsan. Dia berupaya bagaimana pulang dengan keadaan selamat.

"Meski tidak tersemprot langsung, tapi efeknya sangat terasa. Itu sangat pedih di mata dan membuat sesak nafas. Jadi istri saya juga menjadi korban. Sesak Nafas dan matanya perih hampir pingsan, untung masih kuat berdiri," ujarnya

Melihat suporter berdesakan di pintu keluar, Edi mengambil keputusan untuk melompat dari tribun. Dia mendahulukan istrinya untuk melompat, dan di bawah bagian luar, sejumlah aremania telah siap membantu satu persatu.

"Karena melihat pintu sudah berdesakan, saya mengambil langkah emergency. Melompat dari tribun melewati Pagar yang ada di depan. Di bawah sudah ada teman aremania yang lain yang sudah siap, dan saya juga akhirnya keluar dari Stadion," katanya.

Edi mengalami benturan di bagian lutut, yang sempat luka lebam, istrinya Yuni hampir pingsan akibat gas air mata.

"Sesak nafas, saya juga hampir pingsan, tapi berusaha bagaimana bisa selamat, ya Alhamdulillah bisa pulang dengan keadaan baik-baik saja," cetus Yuni, Aremanita Banyuwangi.

Kontributor : Achmad Hafid Nurhabibi

Load More